Ana

Selasa, 31 Mei 2016

Bandana Bu Menlu




            Beberapa bulan belakangan ini, Ibu Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI sering terlihat tampil di TV. Dalam beberapa kesempatan itu beliau terlihat menggunakan bandana berwarna gelap. Saya memberikan perhatian pada penampilannya karena melihat sepertinya ada yang aneh di kepala Bu Menteri.
            Setelah lebih cermat mengamati, barulah saya menyadari benda itu adalah bando atau bandana. Bu Menlu kemudian  mengakuinya sebagai bandana. Ia memiliki cukup banyak koleksi bandana. Bandana itu menutupi bagian atas kepalanya. Saya sampai berprasangka jangan-jangan Bu Menlu sedang menutupi sesuatu. Jangan-jangan rambut Bu Menlu rontok. Jangan-jangan Bu Menlu sedang tidak sehat. Atau Bu Menlu memakainya demi alasan praktis saja, supaya poninya tidak mengganggu pandangan.
            Ternyata pengamat gaya rambut Bu Menlu tidak hanya saya. Saya yakin penampilannya juga mengundang komentar dari para fashionista yang sangat peduli pada penampilan. Sejujurnya, bandana itu memang tidak menambah cantik penampilan Bu Menlu.
            Bandana Bu Menlu juga menarik perhatian seorang ibu pengajar etiket. Menurut ibu pengajar etiket itu, bandana Bu Menlu tidak cocok untuk bentuk wajahnya dan juga profesinya sebagai Menlu. Wajahnya yang bulat bertambah bulat karena adanya bandana yang bertengger di kepalanya itu. Apalagi ukuran bandana itu cukup besar. Kalau mau menggunakan bando, lebih baik Bu Menlu menggunakan bando ukuran kecil. Cukup panjang penjelasan ibu itu tentang penampilan Bu Menlu.
            Terlepas dari pantas atau tidaknya, menurut saya menggunakan bandana adalah hak setiap orang. Saya tidak keberatan Bu Menlu menggunakan bandana atau bando. Saya juga bersyukur karena Bu Menlu menggunakan bandana karena suka, bukan karena terpaksa. Bukan karena rambutnya rontok ataupun sakit seperti prasangka saya sebelumnya. Di sisi lain, saya juga setuju bila Bu Menlu menjaga penampilannya. Sebagai orang yang mewakili rakyat Indonesia di kancah dunia, memang sudah seharusnya menjaga penampilannya, jangan sampai menjadi tertawaan di dunia internasional. {ST}

Senin, 30 Mei 2016

Supir dan Driver (?)




            Ada beberapa orang yang menganggap kalau kata driver lebih keren dibandingkan supir. Supir atau sopir dianggap sebagai sebutan yang merendahkan, sedangkan driver dianggap lebih keren karena dianggap sebagai orang yang memegang kendali. Atau mungkin juga dianggap keren karena berasal dari bahasa asing. Entahlah.
            Bagi saya, istilah ini sama saja dan tidak perlu diperdebatkan. Dibahas sedikit bolehlah. Saya akan sedikit membahasnya di sini. Membahas tentang bagaimana tidak pentingnya membahas hal ini hehehe…. Saya kemudian lebih sering menggunakan kata pengemudi, baik secara lisan maupun tulisan. Kata “pengemudi” sepertinya lebih netral.
            Istilah driver dan supir menjadi agak terkenal karena adanya transportasi berbasis online akhir-akhir ini. Umumnya para pengemudi angkutan online disebut sebagai driver, baik itu angkutan roda 4 ataupun roda 2. Beberapa pengemudi merasa bangga dengan profesinya ini. Ada yang merasa mereka mengalami peningkatan taraf hidup. Berbeda nasibnya dengan supir angkutan umum lainnya.
            Dari perbincangan dengan seorang “driver” barulah saya memahami mengapa kata supir berkonotasi tidak lebih baik dibandingkan driver. Kata supir identik dengan seorang pekerja yang bekerja untuk pihak lain, biasanya taraf hidupnya pas-pasan atau memprihatinkan. Contohnya seperti supir angkot, bemo, atau angkutan umum lainnya. Supir taksi dan supir pribadi termasuk yang penghasilannya pas-pasan. Sedangkan driver adalah seorang yang lebih independen, tidak terikat pada 1 majikan, dan taraf hidupnya bisa lebih baik tergantung pada kerja kerasnya.
            Saya sebenarnya tidak terlalu setuju dengan penjelasan itu. Namun saya tidak mendebat dan membahasnya lebih lanjut. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya di artikel ini, sebutan ini bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. {ST}

Minggu, 29 Mei 2016

Tulisan di Dinding Kapel Cikini





“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu. 1 Petrus 5:7”

            Itu adalah tulisan di dinding kapel kecil yang ada di dalam kompleks RS Cikini. Saya sangat terkesan ketika melihat tulisan ini pertama kali. Menurut saya, ayat itu memang sangat tepat dituliskan di dinding kapel sebuah RS.


            Kapel adalah tempat berdoa. Kapel yang terletak di kompleks rumah sakit tentunya juga sering digunakan oleh kerabat pasien. Kuatir atau khawatir adalah sesuatu yang umum dirasakan oleh orang yang sedang menunggui keluarganya yang sakit. Apalagi yang keadaannya sudah sulit disembuhkan.

            Tulisan yang diambil dari  1 Petrus itu sangat menguatkan orang yang sedang khawatir. Khawatir tidak membuat keadaan lebih baik. Dalam sebuah bagian lain dari Alkitab, disebutkan kalau khawatir tidak menambahkan sehasta saja pada umur kita. Karena itu kita harus menyerahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan, sebab Ia yang memelihara kita. {ST}

Sabtu, 28 Mei 2016

Kasih Bintang




            “Kasih bintang, ya, Mbak,” adalah ucapan yang sering terderang dari pengemudi mobil berbasis online yang saya tumpangi.
            Bintang yang dimaksud adalah penilaian pengguna atas jasa transportasi online itu. Ada 5 tingkatan atau 5 bintang. Bintang yang tertinggi adalah bintang 5. Selain memberikan bintang, pengguna juga bisa memberikan komentar.
            Saya hampir selalu memberikan bintang kepada pengemudi yang jasanya saya gunakan. Saya memberikan bintang 5 untuk yang pelayanannya memuaskan. Memuaskan bagi saya artinya cara mengemudikan mobilnya baik, kendaraan bersih dan berpendingin udara, dan pengemudinya tahu jalan. Mobil yang wangi adalah nilai tambah bagi saya.
            Syukurlah selama ini saya cukup sering bertemu dengan pengemudi berbintang 5. Ada juga, sih, yang bintangnya lebih sedikit. Kalau yang ini…. Hmmm… Apakah yang ini juga layak dapat bintang? Klik di sini. {ST}

Jumat, 27 Mei 2016

Chicken Soup for the Soul: Kasih Sayang Keluarga





            Ini adalah kali kedua saya membaca buku ini. Saya memilih buku ini untuk dibaca ulang karena isinya menginspirasi. Dari yang saya ingat sebelumnya, buku ini bercerita tentang keluarga-keluarga di seluruh dunia. Totalnya ada 101 cerita. Setiap keluarga memang punya cerita, termasuk juga keluarga kami.
            Buku ini diawali dengan kata pengantar oleh Bruce Jenner. Dia menuliskannya sebagai ayah dari 10 orang anak yang didapatkan dari 3 pernikahannya. Saat itu, tentunya Bruce belum berubah menjadi Caitlin. Sepuluh orang anak itu terdiri dari 6 anak kandung plus 4 orang anak tiri.
            Keluarga Jenner cukup terkenal. Mungkin lebih tepatnya yang terkenal adalah Keluarga Kardashian. Bruce Jenner ikut terbawa karena dia menikah dengan Kris, ibu cewek-cewek Kardashian, bintang utama sitkom Keeping Up with The Kardashian. Acara ini terkenal sampai ke seluruh dunia, bahkan sampai ke Indonesia. Saya pernah beberapa kali menontonnya.
            Kisah unik Bruce sebagai bagian dari keluarga besar itu mengawali cerita-cerita kecil dari berbagai orang. Buku ini memang berisi pengalaman banyak orang bersama keluarganya. Ada cerita yang menyenangkan, mengharukan, memalukan, dan juga menyebalkan. Cerita-cerita yang sama juga terjadi pada keluarga saya.
            Buku ini cukup tebal, namun tidak terlalu berat. Bagi saya, ini adalah salah satu buku yang memenuhi syarat untuk dibawa-bawa. Di dalamnya ada banyak bab yang berisi tulisan pendek tentang seseorang dan keluarganya. Satu bab dapat dihabiskan dalam satu kali duduk.
            Sambil membaca cerita di buku ini, saya jadi teringat pada keluarga kami. Keluarga kami punya masalahnya sendiri, punya keunikan pula. Beberapa ceritanya ada yang saya tuliskan di blog ini. Beberapa cerita lainnya akan segera menyusul. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini