Ana

Jumat, 15 April 2016

Ngobrol Dengan Teman Seperjalanan (?)




            Cukup banyak orang yang suka ngobrol dengan teman seperjalanannya. Baik itu dalam perjalanan yang memakan waktu hanya beberapa menit, sampai yang beberapa hari. Saya tidak termasuk dalam orang kebanyakan itu. Saya tidak terlalu suka ngobrol apalagi dalam perjalanan jarak dekat yang hanya memerlukan waktu sebentar.
            Dalam perjalanan naik bus, saya hanya ngobrol seperlunya saja. Misalnya ada kemacetan yang luar biasa atau hal lain yang luar biasa lainnya. Kalau soal tujuan ke mana dan mau apa, saya sangat jarang berbagi. Apalagi kalau orang itu baru saya kenal. Sikap seperti itu memang dianjurkan oleh beberapa orang untuk mengurangi orang yang berniat tidak baik. Namun bagi saya lebih karena kenyamanan pribadi. Saya memang agak intovert.
            Biasanya saya membaca buku supaya tidak mati gaya. Saya memang membawa buku bacaan ke mana-mana. Kalau satu-satunya buku yang saya bawa itu sudah terbaca sampai habis, saya akan mengulanginya lagi.
            Suatu hari, dalam perjalanan naik bus TJ, saya membaca buku seperti biasa. Seorang ibu setengah baya duduk di dekat saya. Ibu itu juga berada di dekat saya ketika kami sama-sama mengantre di halte. Dia sudah mulai bertanya beberapa hal kepada saya sejak saat itu. Dia bertanya tentang buku yang saya baca. Judulnya apa? Belinya di mana? Harganya berapa? Pertanyaan-pertanyaan itu dilanjutkannya lagi di dalam bus. Saya sampai gerah rasanya diajak ngobrol terus. Hmmm… Lebih tepatnya menjawab pertanyannya. Kira-kira seperti interogasi gitu rasanya. Ibu itu sepertinya memang suka ngomong dan suka ngobrol.
            Saya berusaha untuk bersabar menghadapi ibu yang cerewet sekali itu. Pertanyaan-pertanyaannya itu mengingatkan saya pada saat saya mewawancarai narasumber. Sebagai seorang yang memegang kartu pers, kadang-kadang saya bertugas mewawancarai narasumber. Pertanyaan saya juga mirip seperti itu, 5W + 1 H. Saya juga jadi teringat pada ibu saya dan saudara-saudaranya. Mereka adalah ibu-ibu yang suka ngobrol.
            “Saya memang suka ngobrol,” kata ibu itu menutup obrolan panjang lebarnya.
            Tanpa pengakuannya, saya dan semua orang di dalam bus itu juga sudah tahu kalau ibu itu suka ngobrol dan cerewet. Saya menjadi cukup sabar karena saya masih sempat membayangkan apabila sedang mewawancara orang tetapi orangnya tidak mau menjawab. Pasti rasanya bakal gondok. Saya juga membayangkan kalau ibu saya yang dicuekin dan dijutekin seperti itu. Atau… Mungkin juga sebenarnya ibu itu memang ingin tentang buku yang saya baca itu.
            Pada akhirnya, saya tetap meladeni semua pertanyaan ibu itu. Saya juga heran dengan kesabaran yang Tuhan anugerahkan kepada saya itu. Saya bahkan masih sempat tersenyum ketika ibu itu membolak-balik buku yang saya baca tanpa seizin saya. Dengan perubahan ini, entahlah apakah saya akan berubah menjadi orang yang doyan ngobrol di perjalanan atau hanya bila bertemu dengan orang yang cerewet. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini