Cukup banyak orang yang suka ngobrol
dengan teman seperjalanannya. Baik itu dalam perjalanan yang memakan waktu
hanya beberapa menit, sampai yang beberapa hari. Saya tidak termasuk dalam
orang kebanyakan itu. Saya tidak terlalu suka ngobrol apalagi dalam perjalanan
jarak dekat yang hanya memerlukan waktu sebentar.
Dalam perjalanan naik bus, saya
hanya ngobrol seperlunya saja. Misalnya ada kemacetan yang luar biasa atau hal
lain yang luar biasa lainnya. Kalau soal tujuan ke mana dan mau apa, saya
sangat jarang berbagi. Apalagi kalau orang itu baru saya kenal. Sikap seperti
itu memang dianjurkan oleh beberapa orang untuk mengurangi orang yang berniat
tidak baik. Namun bagi saya lebih karena kenyamanan pribadi. Saya memang agak
intovert.
Biasanya saya membaca buku supaya
tidak mati gaya. Saya memang membawa buku bacaan ke mana-mana. Kalau
satu-satunya buku yang saya bawa itu sudah terbaca sampai habis, saya akan
mengulanginya lagi.
Suatu hari, dalam perjalanan naik
bus TJ, saya membaca buku seperti biasa. Seorang ibu setengah baya duduk di
dekat saya. Ibu itu juga berada di dekat saya ketika kami sama-sama mengantre
di halte. Dia sudah mulai bertanya beberapa hal kepada saya sejak saat itu. Dia
bertanya tentang buku yang saya baca. Judulnya apa? Belinya di mana? Harganya
berapa? Pertanyaan-pertanyaan itu dilanjutkannya lagi di dalam bus. Saya sampai
gerah rasanya diajak ngobrol terus. Hmmm… Lebih tepatnya menjawab pertanyannya.
Kira-kira seperti interogasi gitu rasanya. Ibu itu sepertinya memang suka
ngomong dan suka ngobrol.
Saya berusaha untuk bersabar
menghadapi ibu yang cerewet sekali itu. Pertanyaan-pertanyaannya itu
mengingatkan saya pada saat saya mewawancarai narasumber. Sebagai seorang yang
memegang kartu pers, kadang-kadang saya bertugas mewawancarai narasumber.
Pertanyaan saya juga mirip seperti itu, 5W + 1 H. Saya juga jadi teringat pada
ibu saya dan saudara-saudaranya. Mereka adalah ibu-ibu yang suka ngobrol.
“Saya memang suka ngobrol,” kata ibu
itu menutup obrolan panjang lebarnya.
Tanpa pengakuannya, saya dan semua
orang di dalam bus itu juga sudah tahu kalau ibu itu suka ngobrol dan cerewet.
Saya menjadi cukup sabar karena saya masih sempat membayangkan apabila sedang
mewawancara orang tetapi orangnya tidak mau menjawab. Pasti rasanya bakal
gondok. Saya juga membayangkan kalau ibu saya yang dicuekin dan dijutekin
seperti itu. Atau… Mungkin juga sebenarnya ibu itu memang ingin tentang buku
yang saya baca itu.
Pada akhirnya, saya tetap meladeni
semua pertanyaan ibu itu. Saya juga heran dengan kesabaran yang Tuhan
anugerahkan kepada saya itu. Saya bahkan masih sempat tersenyum ketika ibu itu
membolak-balik buku yang saya baca tanpa seizin saya. Dengan perubahan ini,
entahlah apakah saya akan berubah menjadi orang yang doyan ngobrol di
perjalanan atau hanya bila bertemu dengan orang yang cerewet. {ST}