Ana

Selasa, 12 April 2016

Kekejaman untuk Menghasilkan Segelas Susu




            Suatu hari saya mendapatkan video kiriman melalui WhatsApp. Video ini tidak langsung saya simak. Sebelum melihat habis video ini, saya pikir isinya tentang sapi lucu. Sekilas saya memang melihat figur sapi kecil yang masih anak-anak. Saya baru melihatnya malam harinya. Video itu mengisahkan sisi lain dari produksi susu di Selandia Baru.
Selandia Baru terkenal akan susu segarnya. Susu sapi tepatnya. Susu sapi hanya dapat dihasilkan oleh sapi betina yang sedang menyusui. Untuk mendapatkan susu sepanjang tahun, artinya sapi betina yang diunggulkan harus melahirkan anak setiap tahunnya. Memang itulah yang terjadi. Sapi-sapi betina itu hampir setiap tahun melahirkan anak.
Setelah melahirkan, anak sapi itu langsung dipisahkan dari induknya. Ada beberapa anak sapi dalam 1 peternakan. Induknya tetap di padang rumput yang subur, sementara anak-anaknya diangkut dengan truk khusus. Anak-anak ini dikumpulkan untuk kemudian dibawa ke pejagalan. Ya, anak-anak sapi ini akan segera dijagal dan dijadikan makanan bagi manusia.
Anak-anak sapi itu tidak mendapatkan susu induknya sama sekali sejak dilahirkan. Banyak anak sapi yang menjadi lemah bahkan mati dalam perjalanan itu. Anak sapi yang mati langsung dibuang dan tidak dijadikan pangan. Yang berhasil melewati perjalanan itu, akhirnya harus menemui ajalnya di pejagalan.
Saya cukup sedih dan prihatin melihat video itu. Apalagi di video itu ada teks yang mengisahkan tentang kekejaman di balik segelas susu. Video itu sepertinya memang membawa orang untuk menempatkan diri di sudut pandang sapi. Kabarnya, anak-anak sapi itu umurnya paling lama hanya seminggu sebelum dijadikan daging.
Secara logika, sebenarnya wajar-wajar saja menjadikan sapi (dan anak sapi) menjadi makanan. Daging sapi yang dijadikan makanan bukanlah sesuatu yang baru di dunia ini. Namun jadi berbeda halnya ketika melihat perjalanan yang harus dilalui anak-anak sapi itu. Anak-anak yang lucu itu diperlakukan tanpa perikebinatangan. Benar-benar diperlakukan seperti barang.
Setelah melihat video itu, mungkin saya tidak akan tega lagi memakan daging anak sapi. Mungkin, lo! Entahlah kalau masakannya enak. Hehehe…. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini