Reputasi
taksi di Jakarta sedang rusak akibat ulah beberapa oknum. Beberapa hari yang
lalu, supir taksi berdemonstrasi menentang adanya transportasi dengan
mengunakan aplikasi online. Demonstrasi itu berakhir dengan ricuh. Pake ada
tawuran segala.
Oknum supir taksi berseragam
biru itu ada yang menjadi provokatornya. Informasi ini beredar di media sosial.
Tergambar update status sang supir provokator dengan senjata tajam yang akan
digunakannya untuk “berperang”. Selain itu, beredar pula pengrusakan mobil taksi
warna biru oleh orang-orang berseragam biru. Aksi ini membuat banyak orang
berpandangan negatif pada taksi yang biasanya dikenal dengan reputasi baiknya
ini.
Sore itu, saya sebenarnya
tidak dengan sengaja naik taksi biru. Reputasinya yang agak rusak baru-baru ini
turut mempengaruh penilaian saya. Awalnya saya memilih menggunakan Grab Car,
aplikasi transportasi online yang cukup sering saya gunakan. Entah mengapa,
aplikasi ini agak susah digunakan. Lola. Loading-nya
lama. Padahal waktu terus berjalan.
Saya sudah harus pergi kalau
mau tiba tepat waktu di tujuan. Tujuan saya adalah ke Bandara Soekarno-Hatta.
Saya mencadangkan waktu 3 jam sebelum terbang untuk perjalanan ke bandara.
Biasanya, waktu 3 jam sudah cukup untuk mencapai bandara tanpa terlambat.
Akhirnya saya pun memanggil
taksi biru dengan menggunakan telepon. Nomor telepon saya sudah tercatat pada
layanan taksi biru ini. Hanya dengan waktu sebentar, mobil sedan biru itu sudah
berada di depan rumah saya.
Perjalanan ke bandara
ternyata tidak seperti dugaan saya. Hari itu, Kamis, 24 Maret 2016 jalanan sangat padat. Supir
taksi menduga karena itu adalah hari terakhir menjelang libur panjang. Ya, hari
itu memang menjadi awal dari long weekend. Libur mulai hari Jumat, yang adalah
Jumat Agung.
Kemacetan itu diawali dari
dekat rumah. Begitu keluar dari kompleks, kami sudah dihadang antrean kendaraan
yang bergerak perlahan. Perjalanan berjalan cukup lancar ketika memasuki jalan
tol. Supir taksi bernama Jul itu melaju sambil mencari peluang untuk dapat bergerak
lebih bebas. Ia menggerakkan mobilnya dengan lincah di celah yang kosong.
Bagaimanapun kerasnya usaha
Jul, tetap tidak ada artinya ketika makin mendekati Bandara Soekarno-Hatta.
Jalanan sangat padat. Pergerakan sangat lambat. Saya betul-betul gelisah setiap
menitnya. Gelisah karena waktu penerbangan makin dekat namun tak kunjung
sampai.
Setengah jam sebelum jam
penerbangan, saya sangat gelisah. Walaupun mulut saya diam saja, tangan saya
tidak. Tanpa sadar tangan saya mengetuk-ngetuk tanpa henti.
“Maaf, gak bisa sampai tepat
waktu. Saya sudah usaha semampunya,” kata supir itu.
“Iya, gak papa,” jawab saya.
Saya tahu dia memang sudah
berbuat yang terbaik. Usahanya itu tidak hanya dengan mencari jalan yang bisa
dilalui. Dia juga menggunakan kartu e-toll miliknya untuk mempercepat transaksi
di gardu tol. Kalau bapak ini supir transportasi berbasis online, saya akan
memberikan bintang lima padanya. {ST}