Ana

Kamis, 31 Maret 2016

Kamar Kubus




            Kamar kubus adalah kamar yang menjadi tempat tinggal saya di Palangkaraya, di rumah orang tua saya. Kamar ini bentuknya kubus. Semua sisinya berukuran sama, atau terlihat sama.
            Kamar kubus mendapatkan namanya beberapa tahun yang lalu, ketika saya dan adik-adik menginap di kamar ini. Kami melakukan pengamatan sebelum tidur dan menemukan fakta bahwa semua sisi kamar ini berukuran sama. Bedanya ada sisi yang menjadi lantai,a da sisi yang menjadi dinding, dan ada sisi yang menjadi plafon.
            Di kamar ini ada sebuah tempat tidur super besar yang dapat menampung 3 orang dewasa tanpa harus merasa sesak. Tempat tidur ini adalah tempat tidur yang kami gunakan waktu kami kecil. Saat itu, tempat tidur ini dapat menampung 4 orang anak kecil, kami bersaudara.
            Selain tempat tidur super besar, ada juga meja dandan berukir di kamar ini. Meja dandan ini dulu pernah menjadi bagian dari kamar saya. Kedua benda ini sudah cukup untuk membuat kamar kubus penuh. Tidak ada perabotan lainnya lagi karena tidak muat. {ST}

Rabu, 30 Maret 2016

Dijemput Mobil Merah Bersejarah




            Keluarga kami memiliki mobil merah yang bersejarah. Mobil ini merknya Toyota Corolla. Sampai saat ini mobil ini masih menjadi milik kami. Mobil ini umurnya sudah lebih dari 30 tahun. Untuk ukuran sebuah mobil, sudah sangat uzur.
Beberapa waktu yang lalu, Mamah, sang pemilik mobil, memang tidak berniat menjualnya karena nilai sejarahnya. Namun akhirnya Mamah mau juga menjualnya. Masalahnya tidak ada yang mau membelinya. Akhirnya mobil itu tetap menjadi milik kami.
Saya sudah tidak berani mengemudikan mobil itu. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah mencobanya. Saat itu ada masalah dengan tuas persnelingnya. Saya tidak tahu harus bagaimana mengatasinya. Akhirnya saya menelpon seorang kerabat yang cukup mengerti otomotif. Saya memilih lebih baik tidak menggunakan mobil ini lagi. Saya juga sangat mendukung penjualan mobil ini.
Pada kedatangan saya ke Palangkaraya saat liburan Paskah tahun ini, saya sangat kaget karena orang yang menjemput saya menggunakan mobil merah ini. Sebenarnya saya tetap bisa pulang sendiri tanpa dijemput. Saya cukup mandiri dalam hal perjalanan. Tidak perlu dijemput. Papah yang niat banget mau jemput anaknya.
Ternyata mobil ini bisa berjalan dengan baik. Itu karena perawatan Pak Sutrisno, orang yang saat itu mengemudikannya. Pak Trisno yang berprofesi sebagai supir angkot memang mengerti otomotif. Dialah yang mengganti onderdil yang sudah rusak dan merawat mobil tua ini. Akhirnya kami pun sampai dengan selamat di rumah. {ST}

Selasa, 29 Maret 2016

Taman Pemakaman Seperti Pasar Malam




            Di Palangkaraya ada tradisi menjelang Paskah. Pada hari Sabtu sebelum Minggu Paskah, orang-orang Kristen di kota ini berziarah ke makam keluarganya. Seperti umumnya ziarah, mereka menaburkan bunga dan menyalakan lilin. Yang berbeda, mereka menunggui makam sampai subuh menjelang. Kemudian dilanjutkan dengan kebaktian subuh. Paskah Subuh. Tradisi ini sepertinya hanya ada di kota ini.

            Taman pemakaman Kristen ada di beberapa tempat. Taman pemakaman paling tua terletak di dekat pasar. Setelah pemakaman ini penuh, maka pemakaman berikutnya ada di Jalan Tjilik Riwut kilometer 2,5. Pemakaman ini dibuka sejak tahun 1980-an. Sekarang, taman pemakaman ini pun telah penuh. Pemakaman Kristen kemudian ada di Jalan Tjilik Riwut KM 12.

            Pada malam Paskah tahun 2016, saya ada di Palangkaraya. Saya dan Papah menyempatkan diri untuk datang ke pemakaman KM 2,5. Kami berniat ziarah ke makam beberapa orang keluarga kami. Ada 2 orang kakak Papah yang dimakamkan di sini.

            Kami datang sudah dengan perlengkapan ziarah seperti bunga tabur dan lilin. Kalaupun tidak membawa, kami dapat membelinya. Di sekitar pemakaman ini, ada banyak penjual keperluan ziarah. Tidak hanya keperluan ziarah. Di tempat ini juga banyak yang menjual barang-barang lainnya. Ada juga yang menjual makanan dan mainan. Ramainya sudah seperti pasar malam.

            Para penjual itu ada yang datang dengan gerobak, banyak pula yang menggelar dagangannya. Untuk penerangannya tidak hanya lilin dan lampu remang-remang, lo. Ada cukup banyak yang membawa genset. Taman pemakaman itu benar-benar meriah. Anak-anak kecil yang bermain dengan ceria membuatnya benar-benar seperti pasar malam. {ST}

Senin, 28 Maret 2016

Sabtu Sunyi di Makam Bue




            Sabtu Sunyi tahun 2016 jatuh di tanggal 26 Maret 2016. Sabtu ini benar-benar saya lewatkan di tempat yang sunyi, di taman pemakaman. Tepatnya di makam kakek saya di Palangkaraya.

            Di Palangkaraya ada tradisi menjelang Paskah. Pada hari Sabtu sebelum Minggu Paskah, orang-orang Kristen di kota ini berziarah ke makam keluarganya. Seperti umumnya ziarah, mereka menaburkan bunga dan menyalakan lilin. Yang berbeda, mereka menunggui makam sampai subuh menjelang. Kemudian dilanjutkan dengan kebaktian subuh. Paskah Subuh. Tradisi ini sepertinya hanya ada di kota ini.

            Kakek saya adalah seorang pahlawan. Dia tidak hanya menjadi pahlawan bagi keluarganya. Kakek yang saya panggil Bue itu bahkan mendapat gelar pahlawan nasional dari negara yang dibela dan dicintainya ini. Bue dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Taman makam ini lebih sepi bila dibandingkan dengan taman pemakaman umum.

            Malam hari itu, saya berjaga-jaga bersama dengan keluarga lainnya. Saya tidak bisa tidur. Entah karena saya meminum kopi atau karena badan saya memang fit, saya tidak merasakan kantuk sama sekali. Akhirnya saya membaca Alkitab yang saya bawa di tas. Pembacaan itu rasanya lebih mengena dan menyerap karena dibaca saat sepi. Hanya ada suara kodok dan jangkrik yang sesekali terdengar. Benar-benar Sabtu Sunyi yang sunyi. {ST}

Minggu, 27 Maret 2016

Mamah Berlutut Mencium Salib Saat Jumat Agung




            Masa raya Paskah tahun ini hampir seluruhnya saya lewatkan di Gereja Katolik. Mamah adalah penganut Kristen Katolik. Saya ikut ke gerejanya untuk menemaninya. Kami ke Gereja Katedral Santa Maria, Palangkaraya.
            Perayaan Jumat Agung dimulai pada pukul 15.00 WIB. Satu jam sebelumnya, kami sudah berada di gereja. Gedung gereja itu masih kosong. Para petugasnya pun bahkan belum terlihat. Mamah memang sengaja datang lebih awal. Selain karena ingin duduk di bagian depan, Mamah juga tidak mau datang terlambat dalam salah satu hari terpenting bagi penganut Kristen itu.
            Pukul 15.00 alias jam 3 sore dipercaya sebagai waktu kematian Yesus di kayu salib. Karena itulah misa dimulai tepat jam 3 sore. Peringatan kematian Kristus ini memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan misa biasa. Saat itu misa berlangsung selama 3 jam.
            Salah satu ritual dalam peringatan Jumat Agung adalah mencium salib. Mamah yang kakinya cedera karena kecelakaan tetap ngotot untuk mencium salib. Terharu juga melihatnya berlutut dan mencium lambang kemenangan Kristus itu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini