Kemarin malam, saya berkendara
menggunakan bus TJ. Setelah menunggu beberapa saat di halte Harmoni, saya
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus tujaun Pulogadung. Bus yang saya
tumpangi itu cukup penuh. Di halte berikutnya, bus itu menjadi sangat penuh.
Walaupun penuh sesak, saya berhasil
mendapatkan tempat berdiri yang cukup lega. Di tempat ini, saya bisa bersandar
sambil membaca. Setelah beberapa hari menggunakan moda transportasi ini, saya
sudah cukup terbiasa dengan kebisingan yang ada. Saya tetap bisa membaca dengan
santai walaupun lingkungan sekitar berisik.
Saya dikejutkan oleh teriakan marah
dari arah pintu masuk. Saya sempat berprasangka, mungkin ada copet yang
tertangkap kemudian ada yang memarahi. Ternyata tidak ada apa-apa. Lelaki yang marah
itu adalah petugas penjaga pintu. Kemarahan itu kemudian dilanjutkan dengan
omelan yang baru berhenti pada perhentian berikutnya.
Pada perhentian berikutnya,
kemarahannya kembali berlanjut. Petugas itu memarahi penumpang yang gerakannya
lambat padahal pintu sudah dibuka. Para perempuan yang ada di bagian depan
bahkan sampai beberapa kali menoleh. Umpatan kemarahannya dapat dikatakan
keterlaluan. Apalagi itu dilakukan kepada penumpang, orang yang seharusnya
dilayaninya.
Cukup banyak orang yang tersulut
emosinya saat mendengar kemarahan sang petugas TJ yang memang kurang sopan itu.
Saya juga sempat nyeletuk karena merasa agak terganggu. Sang petugas TJ
sepertinya tidak peduli pada apa yang dikatakan oleh para penumpang. Dia tetap
melanjutkan kemarahannya. Lama-lama nadanya agak mirip para preman yang
meminta-minta di bus kota.
Saat makin medekati halte yang dekat
dari rumah, saya bersiap-siap untuk turun dari bus. Saya mendekati pintu keluar
tempat petugas TJ bertugas. Saya sempat berniat mau melabrak petugas TJ yang
marah-marah pada penumpang itu. Atau paling tidak saya mau menegurnya. Hmmm… Atau
mengomelinya.
Semua itu akhirnya tidak terjadi.
Saya tidak tega setelah melihat wajah petugas TJ itu. Pemuda agak kurus itu
wajahnya sangat letih. Sepertinya hari itu bukanlah hari yang mudah untuk
dilalui olehnya. Mungkin sebelumnya dia melewati daerah macet bersama para
penumpang yang menyebalkan. Mungkin banyak yang membuat dia kesal sampai-sampai
dia menumpahkan kemarahannya pada penumpang bus yang saya tumpangi itu.
Ketika saya melangkah meninggalkan
bus itu, masih terdengar suara Mas Petugas TJ yang marah-marah itu. Terus
terang saya jadi merasa kasihan. Pekerjaannya tidak mudah. Selama menghadapi
penumpang yang banyak sekali, tentunya ada juga penumpang yang nyebelin. Itu
masih ditambah dengan pekerjaannya yang sebagian besar menggunakan fisik.
Perasaan kasihan itu membuat saya tidak jadi memarahinya. Saya bahkan mendoakan
semoga dia mendapatkan upah yang layak. {ST}