Rasanya masih segar dalam ingatan
saya bagaimana negeri ini diliputi asap tebal yang terjadi karena pembakaran
hutan dan lahan. Asap itu sangat mengganggu kehidupan orang-orang yang tinggal
di Sumatra dan Kalimantan. Cukup banyak keluarga dan kerabat saya yang terkena
dampaknya.
Asap yang dihasilkan dari lahan
terbakar itu ada yang terjadi karena sengaja maupun tidak sengaja. Para
pembakar hutan itu kemudian ada yang diburu polisi. Mereka akhirnya dijadikan
tersangka dan dibawa ke pengadilan. Lumayan lah, sudah ada tindakan hukum untuk
para krimimal pencemar udara segar itu.
Beberapa bulan setelah sirnanya
asap, saya tidak terlalu mengikuti lagi perkembangan para kriminal itu.
Sepertinya banyak pula orang yang seperti saya. Bahkan mungkin sudah tidak lagi
memusatkan perhatian pada hal itu karena ada banyak hal lain yang lebih
kekinian. Saya lebih memusatkan perhatian pada kegiatan penanaman pohon yang
dilakukan oleh beberapa komunitas.
Baru-baru ini saya agak gondok
dengan berita yang saya baca sekilas tentang pengadilan pembakar hutan. Seorang
hakim telah membebaskan pembakar hutan dengan alasan membakar hutan bukanlah
kejahatan, karena hutan bisa ditanami lagi. Dengan demikian, sang terdakwa
dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan.
Pernyataan Pak Hakim itu membuat
saya agak patah hati. Sedih rasanya. Orang ini sepertinya sudah kehilangan hati
nuraninya. Tentunya sangat mudah berprasangka kalau ada uang dan kekuasaan yang
membuatnya berkata demikian di pengadilan yang terhormat. Saya juga
berprasangka demikian, sih.
Mau tahu
kasusnya apa dan siapa nama hakim bebal itu? Cari sendiri aja, ya, di situs
berita. Ini blog pribadi tempat curhat seorang warga negara yang patah hati.
Enggak perlu pake aturan 5W1H ala jurnalis di situs berita. {ST}