Saya cukup sering mendengar kata
Nawacita. Kata ini sangat santer terdengar pada masa awal Kabinet Kerja
dibentuk. Nawacita adalah target kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko
Widodo itu. Nawacita artinya 9 cita-cita dalam bahasa Sansekerta.
Walaupun sering mendengarnya, saya
sebenarnya tidak tahu persis apa sebenarnya 9 hal yang dicita-citakan itu.
Selain jarang diulas satu persatu, saya juga malas mencari infromasinya. Hmmm….
Atau mungkin juga saya tidak peduli dengan apa yang dicita-citakan oleh Kabinet
Kerja itu.
Saya memberi perhatian lebih ketika
melihat bannernya di lobi sebuah gedung milik pemerintah. Saat itu sebenarnya
bisa saja saya langsung melangkah pergi tanpa berhenti. Namun akhirnya saya
memutuskan untuk mampir sebentar dan membacanya. Ternyata cita-citanya benar-benar
mulia, kok. Perlu kerja keras untuk mewujudkannya.
1.
1. Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada
seluruh warga negara.
2. Membuat
pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya.
3. Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
4. Menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan
produktivitas dan daya saing di pasar internasional.
7. Mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan
revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh
kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Tuh, bagus,
kan cita-citanya. Selain perlu kerja keras, perlu bekerja sama dengan banyak
pihak utnuk mewujudkannya. Dapat dikatakan perlu kerja sama semua WNI untuk
mewujudkannya. Nah, ini dia yang susah. Di negeri ini terlalu banyak
kepentingan yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan kepentingan bangsa.
Kalaupun tujaunnya sama, belum tentu orang akan mengambil jalan yang sama.
Cita-cita ini
makin susah lagi dilaksanakan karena banyaknya orang yang tidak mengerti
Nawacita itu apa. Orang-orang seperti saya misalnya. Kalau tidak kebetulan
melihat banner di lobi gedung itu,
saya tidak akan pernah tahu apa itu Nawacita sampai akhir masa jabatan Kabinet
Kerja. Saya yang terbiasa menyusun kalimat dengan bahasa yang sederhana juga
sempat mengerutkan kening ketika membaca Nawacita untuk pertama kalinya.
Mengapa kata-kata yang dipilih seperti itu, ya? Ah, biarlah. Yang penting
niatnya baik. {ST}