Ana

Minggu, 24 Januari 2016

Kanal Banjir Bukan Banjir Kanal





            Pada bulan Januari 2016 ini saya mendapat tugas untuk menulis tentang kanal banjir di Jakarta. Topik ini sebenarnya diusulkan oleh saya sendiri terkait dengan tema majalah yang tentang banjir. Kanal banjir adalah sesuatu yang sanagt diperlukan di kota seperti Jakarta ini.
            Kanal adalah saluran air buatan yang gunanya untuk menampung aliran air. Kanal banjir di Jakarta dibuat untuk mengalihkan beberapa aliran sungai yang mengalir melintasi Jakarta. Ada 13 sungai yang menjadi bagian dari DKI Jakarta. Apabila meluap, sungai-sungai ini berpotensi menggenangi daerah pemukiman di sekitarnya.

            Rencana pembuatan kanal di ibukota RI itu bukanlah sesuatu yang baru. Rencana ini sudah ada sejak Jakarta masih bernama Batavia apda tahun 1920-an. Hendrik van Breen, seorang ahli pengairan yang juga menjadi Kepala Kantor Pengairan Batavia, membuat rencana pembangunan kanal. Kanal yang menggabungkan aliran Kali Ciliwung, Kali Krukut, dan Kali Mampang ini kelak dikenal sebagai Kanal Banjir Barat.

            Saat ini, DKI Jakarta memiliki 2 kanal banjir. Namanya Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Kedua kanal ini sering disebut pula dengan Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Penyebutan ini sepertinya terpengaruh bahasa asing dengan struktur kata yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Artinya malah kurang jelas. Biasanya orang yang mendengarnya sudah langsung bisa mengerti yang dimaksud adalah kanal banjir.
            Hampir tidak ada orang yang mau repot-repot memberitakan tentang yang benar. Toh, dengan menyebutnya kanal banjir atau banjir kanal tetap ada orang yang mengerti. Saya ingat beberapa waktu yang lalu, Presiden SBY pernah mengoreksi seorang yang menyebut kanal banjir dengan banjir kanal. Terus terang saya cukup senang, ternyata orang yang mau repot-repot memperbaiki penyebutan ini tidak hanya saya. Kebetulan pula dia adalah orang nomor satu di negeri ini saat itu. Apa yang dia ucapkan sudah pasti didengarkan.
            Sayangnya, koreksi Pak Presiden itu tidak bertahan lama. Saat ini masih banyak orang yang menyebut kanal banjir sebagai banjir kanal. Malah ada juga yang menganggapnya sama saja. Hanya orang kurang kerjaan (seperti saya ini) yang menganggap perbaikan itu perlu. Dalam tulisan yang akan diterbitkan di media anak pada awal bulan Februari 2016 ini, tentu saja saya menggunakan frase “kanal banjir”. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini