Ana

Minggu, 17 Januari 2016

Bencana untuk Bahan Bercanda




            Orang Indonesia memang kreatif. Kami adalah bangsa yang masih bisa tertawa di atas pendertiaan. Itu pula yang terjadi saat ada teroris yang menyerang. Kadang-kadang becandaannya sampai agak kebablasan, seperti yang terjadi beberapa hari ini.
            Bom yang terjadi di perempatan dekat Sarinah itu memakan beberapa korban jiwa. Berita tetnang bom ini beredar luas baik di media berita resmi maupun media sosial. Berita ini menjadi agak menakutkan di siang hari. Di sore menjelang malam hari, sudah banyak emem dan joke yang inspirasinya dari bom ini.
            Saya cukup terhibur ketika membaca atau melihatnya. Lelucon itu berhasil membuat saya tersenyum bahkan tertawa. Baru menjelang tengah malam saya tidak lagi tertawa. Rasa-rasanya lelucon itu tidak lagi lucu, beberapa malah agak merendahkan dan menghina.
            Salah satu lelucon yang menurut saya merendahkan dan menghina ras tertentu adalah lelucon ransel hitam. Lelucon ini dikirimkan dalam bentuk video. Sepertinya video ini memang dibuat dengan niat. Dalam video itu, ada seorang laki-laki dengan pakaian etnis tertentu yang menyandang ransel hitam. Orang ini melemparkan ransel hitamnya ke orang-orang lain yang sepertinya tidak menduganya. Orang-orang lain itu kemudian lari terbirit-birit.
            Semua yang menontonnya pasti menduga bahwa orang-orang yang lari itu menduga bahwa ransel hitam itu berisi bom. Mungkin saya juga akan lari terbirit-birit dan mengira demikian. Video ini membentuk persepsi orang yang menontonnya. Persepsi kalau orang dari ras dan etnis itu adalah pengebom alias teroris. Padahal, kan, enggak semua orang dari etnis atau kepercayaan itu adalah teroris. Saya langsung menghapus video ini dari memory HP saya.
            Banyak juga yang memelesetkan kata Sarinah dan Suriah. Ada juga yang membuat pemberitahuan untuk menjauhi mall karena gajian masih lama. Banyak pula yang sebenarnya enggak lucu tetapi membuat orang berdecak kagum. Misalnya saja tukang sate yang tetap mengipasi dagangannya walaupun tak jauh darinya ada tembak-tembakan. “Penonton” yang berada tak jauh dari TKP. Foto-foto itu dibuat menjadi lucu dengan tambahan teks-teks lucu. Macam-macam, deh.
            Pada akhirnya, hari ini, saya tidak lagi menganggap hal itu lucu. Namun saya tidak bisa melarang teman-teman untuk membuatnya atau menyebarkannya. Itu adalah hak mereka. Yang saya bisa lakukan adalah curhat di blog ini dan tidak ikut-ikutan menyebarkannya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini