Ana

Minggu, 31 Januari 2016

Terminal Lebak Bulus yang Berubah




            Rasanya sudah lama sekali saya tidak ke Terminal Lebak Bulus. Sepertinya terakhir mampir di stasiun bus di Jakarta Selatan ini pada saat kuliah. Itu pun hanya beberapa kali. Hanya ada sedikit kenangan dari kunjungan itu. Kenangannya tidak terlalu keren. Terminal ini semrawut. Tingkat kesemrawutannya setingkat di bawah Terminal Senen, terminal bus yang paling dekat dengan rumah saya.
            Pemandangan Terminal Lebak Bulus yang tidak indah itu membuat saya melupakannya dengan cepat. Setelah bertahun-tahun, saya tidak ingat lagi bentuk terminalnya. Saya baru mengingatnya kembali ketika tanpa sengaja harus transit di terminal ini. Kendaraan yang saya tumpangi, bus TJ, menuju tempat ini.
            Saat turun dari bus, saya terkagum-kagum sendiri melihat terminal ini. Kelihatannya jauh lebih teratur dibandingkan yang dulu. Tidak lagi tersisa kekumuhan dan kesemrawutan. Saya sampai kehilanagn orientasi ketika hendak keluar dari terminal ini. Sayangnya saya tidak sempat memotretnya. {ST}

Sabtu, 30 Januari 2016

Membaca 15 Menit Sehari




Hari Sabtu, 23 Januari 2016 yang lalu saya bertemu dengan Bapak Wowon Hidayat. Pak Wowon adalah Direktur Pembinaan Sekolah Dasar, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pak Wowon hadir dalam acara yang sama dengan yang saya hadiri. Saat itu, dia menyampaikan pidato mewakili Mendikbud, Bapak Anies Baswedan.
Saat itu, saya baru tahu ternyata ada gerakan nasional membaca selama 15 menit sehari. Gerakan ini diwajibkan bagi anak sekolah dasar. Gerakan yang digagas oleh Pak Menteri ini disambut gembira oleh Pak Dirjen. Dia melaksanakan tugasnya dengan senang hati untuk menyampaikan kepada seluruh sekolah dasar di negeri ini.
Untuk mewujudkan gerakan ini ternyata tidak mudah. Selain mengubah kebiasaan, juga karena minimnya bahan bacaan. Kebiasaan membaca adalah kebiasaan baru. Generasi sebelumnya, generasi orang tua anak-anak SD itu, kemungkinan bukan orang yang terbiasa membaca, walaupun bisa membaca. Di negeri ini membaca adalah pilihan, bukan kewajiban. Dan tidak banyak orang yang memilih untuk membaca sebagai sebuah kebiasaan.
Menurut survei, orang Indonesia yang membaca perbandingannya 1 : 1000. Hanya ada 1 orang yang suka membaca di antara 1000 orang. Sangat sedikit, dan juga sangat langka. Saya termasuk orang yang cukup langka. Saya membaca setiap hari karena saya memang suka membaca.
Gerakan membaca 15 menit ini pelaksanaannya diserahkan kepada pihak sekolah. Umumnya kegiatan membaca diadakan pada pagi hari sebelum kegiatan belajar dimulai. Anak-anak boleh membaca apa saja yang mereka inginkan., tidak harus bahan pelajaran. Artinya mereka juga boleh membaca buku cerita. Dengan adanya gerakan ini anak-anak diharapkan dapat memiliki kebiasaan membaca.
Kewajiban untuk membaca telah diterapkan di beberapa negara. Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris adalah beberapa negara yang saya ingat mewajibkan warga negaranya untuk membaca. Saya rasanya pernah menuliskan di blog ini tentang kebiasaan membaca di Jepang. Pada tahun 1945, negara ini tidak kalah hancurnya dengan negara kita. Sekarang Jepang sudah jauh lebih maju dan memberi pengaruh pada dunia. Sedangkan bangsa Indonesia?
Saya yakin kebaisaan membaca akan memampukan orang untuk mengubah dunia. Membaca adalah salah satu ciri bangsa yang maju. Orang yang banyak membaca akan lebih menggunakan pikiran yang dianugerahkan padanya. Orang yang banyak membaca tentunya dapat memilih apa saja yang akan masuk ke dalam pikirannya. Orang yang banyak emmbaca akan bisa tetap merdeka dengan pikirannya yang terisi. Orang yang banyak membaca akan menjadi orang yang berguna, menjadi pemimpin bangsa, tidak cuma orang yang ikut-ikutan arus.
Saya sangat mendukung gerakan membaca 15 menit ini. Dukungan itu saya nyatakan dengan mengajak orang lain untuk menyisihkan waktunya untuk membaca setiap hari. Saya juga akan membuat banyak sekali bahan bacaan untuk anak-anak. Semoga suatu saat nanti bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memberi pengaruh baik pada dunia, sebagai akibat dari kebiasaan membaca ini. {ST}

Jumat, 29 Januari 2016

Bola Mandi Bola




            Mandi bola adalah salah satu permainan populer di kalangan anak-anak. Cara memainkannya hanya tinggal menyeburkan diri ke dalam bola-bola. Setelah itu terserah, deh. Bisa tidur-tiduran, lempar-lempar bola, atau sambil “berenang”. Saya masih ingat bagaimana senangnya saya berada di dalam lautan bola warna-warni ketika masih kecil dulu.

            Di kota kecil tempat saya tinggal waktu kecil, tidak ada tempat mandi bola. Di kota Sampit, saya dan anak-anak lainnya lebih sering bermain di luar rumah, di alam bebas. Pengalaman mandi bola hanya saya alami kalau sedang liburan ke Jakarta, pada saat liburan kenaikan kelas.

 
             Di kantor tempat saya numpang berkarya, ada sekotak bola plastik warna-warni. Saya mengenal bola-bola itu sebagai bola mandi bola. Hampir setiap kali melewatinya, saya selalu teringat pada kenangan masa kecil saya yang sedang bersukacita di tengah bola. Beberapa kali pula saya memegang bola-bola itu. Kemungkinan ada jejak sidik jari saya pada semua bola warna-warni yang ada di kotak itu. {ST}

Kamis, 28 Januari 2016

Mocil Terperosok




            Hari Sabtu, 23 Januari 2016 yang lalu, ada kabar duka yang menimpa Mocil. Mobil kecil kesayangan saya ini terperosok. Akibatnya, bagian bawahnya tersangkut dan kemungkinan rusak. Saaat kejadian itu saya sangat ketakutan sampai gemetar.
            Sabtu pagi itu, saya mendapat undangan acara di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Senayan. Saya yakin pernah melewati tempat itu ketika naik bus beberapa hari sebelumnya. Dengan yakin saya menuju tempat itu. Ternyata benar. Lokasinya memang di tempat yang sudah saya duga.
            Karena waktu kedatangan saya sudah sangat mendekati waktu acara, saya langsung berusaha mencari tempat parkir. Tempat parkir di bagian depan area gedung kebanyakan diberi palang. Saya dapat memaklumi kalau tempat parkir ini diperuntukkan untuk para pejabat dan orang-orang penting. Karena itu saya segera mengarahkan Mocil ke bagian belakang perkantoran itu.
            Saya melihat beberapa papan petunjuk yang memberi arah ke kegung parkir. Sepertinya gedung-gedung di tempat ini memang dilengkapi dengan tempat parkir. Tebakan saya itu karena gedung-gedung parkir itu ada yang namanya A, B, C, D, dst.
            Ketika melihat beberapa lantai parkir di bagian bawah sebuah gedung, saya langsung menuju ke tempat itu. Saya membelokkan Mocil ke sebuah jalan beraspal. Saya pikir itu adalah jalan masuknya. Saya baru sadar kalau itu hanyalah pelataran parkir. Saat itu, sudah sangat terlambat untuk berhenti. Mocil, walaupun berjalan sangat pelan, terjerumus ke dalam tempat parkir itu.
            Satpam yang melihat kejadian itu segera berteriak-teriak. Teriakannya mengundang banyak orang untuk datang. Tak lama kemudian, sudah banyak orang yang mengerumuni Mocil. Beberapa orang ada yang mencoba mendorong Mocil dari arah bawah. Ada juga yang mencoba membuka pintu di samping tempat duduk saya.
            Setelah pulih dari keterkejutan, saya membuka pintu. Tentu saja tujuannya saya ingin keluar. Niat itu tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Mocil yang labil bergoyang-goyang itu membuat saya urung melangkah keluar. Seorang lelaki, yang sepertinya pekerja bangunan, menyodorkan tangannya yang kasar kepada saya. Saya menyambutnya dengan sukacita. Tangan kasar itulah yang membantu saya keluar dari Mocil dengan selamat.
            Peristiwa tak terduga itu membuat saya gemetaran ketakutan. Seorang satpam memberikan saya sebotol air minum dalam kemasan. Saking gemetarnya, saya tidak berhasil membuka tutup botol plastik itu. Bapak itu yang kemudian membukakannya dan meminta saya duduk saja.
            Sementara itu, ada seorang lainnya yang datang membawa tali. Ada juga mobil besar berwarna hitam yang datang mendekat. Tali itu kemudian diikatkan ke mobil besar dan Mocil. Mocil kemudian ditarik dengan menggunakan tenaga dari mobil besar itu. Hanya dalam waktu sebentar, Mocil sudah berhasil dinaikkan ke pelataran.
            Orang-orang lainnya ada yang mengamati bagian bawah Mocil. Dari seorang mas yang telentang di bawah Mocil, terdengar suara yang mengabarkan kalau Mocil baik-baik saja. Tidak ada yang patah. Tangki bensinnya pun tidak bocor. Saya sedikit lega mendengarnya.
              “Nanti saya carikan parkirnya,” kata seorang lelaki kurus. Dia segera masuk ke dalam Mocil dan memindahkan Mocil ke tempat lain untuk parkir.
            Saat itu, saya berprasangka baik pada semua orang yang ada di situ. Saya tidak curiga pada orang yang membawa mobil saya itu. Saya malah menghampiri orang-orang lainnya untuk mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih saya kali itu benar-benar tulus dan bukan basa-basi. Enggak kebayang bagaimana jadinya kalau mereka tidak menolong saya.
            Setelah orang-orang itu bubar. Saya segera menghampiri temapt Mocil parkir. Lelaki kurus yang tadi memindahkan Mocil masih ada di sekitar situ. Kali ini dia berada tak jauh dari mobil keren berwarna hitam. Sepertinya dia adalah orang yang bertanggung jawab menjadi supir mobil itu. Kali ini pun saya sangat berterima kasih.
            Saya tidak punya apa-apa untuk membalas kebaikan mereka. Saya hanya bisa berdoa semoga mereka juga mendapatkan kebaikan dan pertolongan yang saya rasakan. {ST}

Rabu, 27 Januari 2016

Tempat Parkir untuk Tamu Direktur




            Suatu kali, saya berkunjung ke kantor institusi pemerintah untuk keperluan artikel yang saya tulis. Sebelumnya, saya sudah membuat janji dengan bagian humas. Saya mendapatkan waktu bertemu jam 10 pagi.
            Berhubung letak kantor itu tidak jauh dari rumah dan rute perjalanan saya setiap pagi, maka saya langsung menuju ke tempat ini bersama dengan Mocil. Saya memasuki gerbang yang dijaga oleh beberapa tenaga keamanan. Setelah itu, saya menggerakkan Mocil untuk mencari tempat parkir.
            Setelah berjalan beberapa lama dan tak kunjung mendapatkan lahan parkir, saya bertanya kepada seseorang yang sedang berjaga.
            “Tidak ada tempat parkir,” katanya agak ketus.
            Saya tidak menyerah. Saya mendatangi orang yang lainnya. Yang ini menjawab dengan agak ramah.
            “Sudah coba tempat parkir yang di sana?” tanyanya.
            “Belum. Saya baru mencari di sekitar sini,” jawab saya sambil bersiap-siap menjalankan mobil.
            “Kalau cuma sebentar, bisa taro di sini,” katanya sambil menunjuk ke bawah pohon. Tempat itu memang cukup untuk memarkirkan mobil saya yang kecil itu.
“Tempat parkir yang lain penuh. Ini sebenarnya bukan tempat parkir,” lanjutnya lagi.
Setelah memarkir si Mocil dan mengucapkan terima kasih, saya pun berjalan ke tempat yang sudah ditentukan. Bagian Humas mengarahkan saya ke tempat salah seorang direktur. Direktur ini mengepalai bagian yang memang sangat relevan dengan artikel yang saya tulis. Saya segera mewawancarainya. Tidak perlu waktu lama karena pertanyaannya juga tidak terlalu sulit. Ibu direktur itu sepertinya juga sudah fasih dengan apa yang saya tanyakan. Hanya sesekali dia melihat ke kertas yang sepertinya sudah disiapkannya. Itu pun untuk bagian peraturan terbaru.
Setelah wawancara singkat itu, saya keluar dari gedung didampingi oleh petugas humas yang dari tadi menemani saya. Pria langsing bertubuh tinggi yang cukup ganteng itu juga menemani saya melihat-lihat beberapa fasilitas yang berkaitan dengan anak-anak. Setelah berkeliling, saya pun berpamitan. Kami berpisah di lahan parkir tak jauh dari pohon tempat Mocil parkir.
“Mbak kenapa gak bilang tamunya direktur?” tanya seorang satpam yang tadi menjawab saya dengan ketus.
“Hmmm,” saya hanya menggumam dan tidak menjawab.
Saya segera meninggalkan mereka dan menjalankan si Mocil. Dalam hati saya berkata, “Emangnya kenapa kalau tamu direktur? Apakah itu akan mengubah keadaan? Apakah saya akan mendapat tempat parkir khusus dan tidak dijawab dengan ketus?” {ST}

Popular Posts

Isi blog ini