Pagi ini, mobil saya si Mocil
Kencana Wangi ditabrak mobil. Tabrakan itu terjadi ketika saya berangkat ke
kantor. Kejadiannya tak jauh dari kantor. Saat itu saya sedang menanti lampu
lalu lintas berubah menjadi hijau.
Tabrakan itu cukup mengagetkan saya.
Apalagi saat itu perhatian saya memang tidak terpusat ke jalanan. Saya lagi
melihat layar HP. Mobil yang berada di belakang Mocil itu sepertinya melonjak
di luar kendali supirnya. Hentakannya cukup keras. Mocil sampai maju beberapa
centimeter. Saya sempat khawatir kalau moncol Mocil akan mengenai mobil yang
ada di depan.
Dengan geram saya melihat ke kaca
spion dan berniat untuk turun melihat kerusakan yang terjadi. Dalam waktu
beberapa detik saya berubah pikiran. Saya pikir lebih baik melihat kerusakannya
di pinggir jalan saja. Jadi saya tidak perlu membuat kemacetan di jalanan yang
biasanya sudah macet itu.
Saya membuka jendela dan berniat
meminta sang penabrak untuk menepi saja. Bapak pengendara mobil belakang itu
berjalan ke arah mobil saya dan menghampiri. Dengan wajah galak saya sudah mau
marah, apalagi pas banget lagi pake baju merah.
“Maaf, saya yang nabrak. Saya salah,
tadi saya ngantuk. Mobilnya enggak apa-apa,” kata bapak setengah baya itu.
Bapak itu tidak muda lagi. Di
wajahnya sudah ada kerutan yang menandakan bahwa dia sudah cukup lama hidup di
dunia ini. Usianya sekitar 50 – 60 tahun. Wajahnya agak sedih dan kelihatan
sekali merasa bersalah. Melihat wajahnya, sekali lagi saya berubah pikiran
dalam hitungan detik. Saya tidak jadi marah-marah dan memintanya untuk
menyelesaikan masalah di tepi jalan.
“Iya, Pak. Hati-hati di jalan, ya,”
jawab saya sambil menginjak pedal gas.
Hmmm, sebenarnya saya pun heran
mengapa mulut saya mengeluarkan kalimat itu. Saya juga tidak jadi marah.
Sepertinya perubahan drastis itu terjadi karena sang bapak penabrak yang telah
mengaku salah. {ST}