Ucapan selamat natal saya terima
dari beberapa teman yang berbeda agama. Kali ini ucapan itu terasa sedikit
berbeda karena adanya seruan untuk mengharamkan ucapan selamat natal. Hmmm…
Saya ada menuliskan tentang ini di tulisan lain.
Setelah memberikan ucapan, kami pun
ngobrol tentang makanan. Makanan memang selalu menjadi bagian dalam setiap hari
raya di negeri ini. Saya pun bercerita tentang tradisi makanan enak di keluarga
kami, mulai dari kue-kue kering, sampai menu utamanya, rawon.
“Kaya Lebaran gitu, deh,” kata saya
menutup penjelasan tentang makanan.
“Pake salaman maaf-maafan juga?”
tanya seorang teman.
“Hmmm,” gumam saya sambil
mengangguk.
Setelah itu, kami tidak
membicarakannya lagi. Saya juga tidak menjawabnya karena saya tidak bisa
menjawabnya. Memang ada juga saatnya saling bermaafan di saat Natal, namun itu
bukanlah tradisinya. Kami, yang diajari untuk berdoa Bapa Kami, meminta ampun
kepada Tuhan setiap kali berdoa. Pada saat meminta ampun kepada Tuhan, kami
juga harus mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Kalau ajaran itu
benar-benar dilakukan, artinya mengampuni dan memaafkan itu dilakukan setiap
kali berdoa, bukan di saat Natal saja. {ST}