Ana

Rabu, 16 Desember 2015

Kekerasan Terhadap Anak Tetangga




            Saat libur, saya sering tinggal di rumah untuk beristirahat. Saat itulah saya baru tahu kegiatan sehari-hari yang ada di sekitar rumah saya. Saya baru mengamati kalau tukang-tukang sayur berhenti di depan rumah pada jam yang sama. Saya juga baru mengamati suara-suara dari rumah tetangga.
            Sebenarnya, tidak semua suara dari rumah tetangga bisa terdengar dari rumah kami. Hanya suara-suara yang keras saja yang bisa terdengar. Itu pun tidak terlalu jelas. Lagipula, saya memang tidak memusatkan perhatian pada suara tetangga. Sampai suatu saat…
            Saat itu saya mendengar teriakan dan tangisan dari rumah sebelah. Di rumah ini, tinggal sebuah keluarga dengan 2 anak kecil. Suara tangisan itu adalah suara anak yang sulung. Dia menangis keras sekali. Bisa digolongkan sebagai suara yang bising. Suara tangisannya menarik perhatian saya.
            Saya mendekat ke tembok yang membatasi rumah kami. Suara itu terdengar makin jelas. Selain tangisan, ada juga suara makian dari seorang perempuan dewasa. Yang paling menyakitkan telinga adalah suara…pukulan. Sepertinya anak kecil itu sedang dipukuli oleh ibunya sampai menangis menjerit-jerit.
            Di sela-sela tangisannya, anak ini berteriak, “Sakit…sakit.”
            Sedih sekali rasanya mendengar itu. Ingin sekali rasanya saya menghentikannya di balik tembok. Saya bahkan sudah berjalan menuju pagar. Belum sampai ke pagar, kegiatan memukul anak itu sudah dihentikan, dilanjutkan dengan kemarahan karena anak itu nakal. Tangisan anak itu pun berhenti. Mungkin dia menangis sesenggukan dan tidak lagi terdengar dari balik tembok.
            Saya akhirnya mengurungkan niat untuk ikut campur urusan tetangga sebelah. Sepertinya saya memang tidak berhak ikut campur juga, sih. Urusan mendidik anak adalah urusan orang tuanya. Mungkin memang itu adalah tindakan yang tepat untuk menertibkan anaknya yang “nakal”. Hmmm…. Menurut saya, anak ini adalah anak yang sangat aktif, bukan nakal. Anak-anak seperti ini memang perlu penanganan khusus.
            Setelah keributan itu, saya kembali menikmati hari libur saya dengan tenang. Saya membaca buku sambil selonjoran, kadang-kadang nonton TV. Saat menonton TV, saya teringat pada Engeline, bocah lucu yang kehilangan nyawanya karena kekerasan yang dilakukan oleh ibu angkatnya. Sempat terpikir, apakah hal seperti itu juga akan terjadi pada bocah di sebelah rumah? Semoga saja tidak, ya. Saya akan merasa sangat bersalah kalau hal itu sampai terjadi dan saya tidak mencoba menghentikannya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini