Saat libur, saya sering tinggal di
rumah untuk beristirahat. Saat itulah saya baru tahu kegiatan sehari-hari yang
ada di sekitar rumah saya. Saya baru mengamati kalau tukang-tukang sayur
berhenti di depan rumah pada jam yang sama. Saya juga baru mengamati
suara-suara dari rumah tetangga.
Sebenarnya, tidak semua suara dari
rumah tetangga bisa terdengar dari rumah kami. Hanya suara-suara yang keras
saja yang bisa terdengar. Itu pun tidak terlalu jelas. Lagipula, saya memang
tidak memusatkan perhatian pada suara tetangga. Sampai suatu saat…
Saat itu saya mendengar teriakan dan
tangisan dari rumah sebelah. Di rumah ini, tinggal sebuah keluarga dengan 2
anak kecil. Suara tangisan itu adalah suara anak yang sulung. Dia menangis
keras sekali. Bisa digolongkan sebagai suara yang bising. Suara tangisannya
menarik perhatian saya.
Saya mendekat ke tembok yang
membatasi rumah kami. Suara itu terdengar makin jelas. Selain tangisan, ada
juga suara makian dari seorang perempuan dewasa. Yang paling menyakitkan
telinga adalah suara…pukulan. Sepertinya anak kecil itu sedang dipukuli oleh
ibunya sampai menangis menjerit-jerit.
Di sela-sela tangisannya, anak ini
berteriak, “Sakit…sakit.”
Sedih sekali rasanya mendengar itu.
Ingin sekali rasanya saya menghentikannya di balik tembok. Saya bahkan sudah
berjalan menuju pagar. Belum sampai ke pagar, kegiatan memukul anak itu sudah
dihentikan, dilanjutkan dengan kemarahan karena anak itu nakal. Tangisan anak
itu pun berhenti. Mungkin dia menangis sesenggukan dan tidak lagi terdengar
dari balik tembok.
Saya akhirnya mengurungkan niat
untuk ikut campur urusan tetangga sebelah. Sepertinya saya memang tidak berhak
ikut campur juga, sih. Urusan mendidik anak adalah urusan orang tuanya. Mungkin
memang itu adalah tindakan yang tepat untuk menertibkan anaknya yang “nakal”. Hmmm….
Menurut saya, anak ini adalah anak yang sangat aktif, bukan nakal. Anak-anak
seperti ini memang perlu penanganan khusus.
Setelah keributan itu, saya kembali
menikmati hari libur saya dengan tenang. Saya membaca buku sambil selonjoran,
kadang-kadang nonton TV. Saat menonton TV, saya teringat pada Engeline, bocah
lucu yang kehilangan nyawanya karena kekerasan yang dilakukan oleh ibu
angkatnya. Sempat terpikir, apakah hal seperti itu juga akan terjadi pada bocah
di sebelah rumah? Semoga saja tidak, ya. Saya akan merasa sangat bersalah kalau
hal itu sampai terjadi dan saya tidak mencoba menghentikannya. {ST}