Beberapa tahun belakangan ini
beredar seruan kalau mengucapkan selamat natal itu haram hukumnya. Tentu saja
seruan ini berlaku pada agama yang bukan Kristen. Bagi yang beragama Kristen,
yang artinya pengikut Kristus, Natal adalah suatu peristiwa sukacita.
Banyak orang yang cukup terganggu
dengan adanya seruan itu, terutama yang beragama Kristen. Saya juga pernah
merasa kehilangan teman-teman yang sudah tidak lagi mengucapkan selamat natal,
padahal sekarang tidak perlu lagi bertemu langsung atau mengirimkan kartu
natal.
Dalam beberapa tahun itu, saya tidak
lagi mempermasalahkan tentang ucapan selamat. Memberikan ucapan selamat adalah
hak mereka, bukan kewajiban. Saya tidak
berhak menuntut mereka ataupun menghakimi apa yang mereka yakini. Tidak menjadi
masalah bagi saya apakah ada yang mengucapkan selamat natal atau tidak. Yang
penting saya dapat merayakannya dan merasakan maknanya. Kepercayaan dan
keyakinan bagi saya adalah hal yang pribadi.
Dalam sebuah doa syafaat yang
diakhiri dengan doa Bapa Kami, saya mendapatkan makna baru tentang sebuah
bagian dari doa ini. Dalam doa yang diajarkan oleh Yesus Kristus itu, ada
kalimat janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari
yang jahat.
Haram atau tidaknya sebuah tindakan
tentunya ada alasannya. Alasan ini bisa saja tidak dapat dimengerti oleh pihak
lain. Saya, sih, terus terang tidak mengerti mengapa mengucapkan selamat natal
itu haram. Saya juga tidak mau membuang waktu untuk mencari tahu alasannya. Selain
karena kurang peduli, saya juga tidak mau mencampuri urusan agama lain.
Membuat seseorang melakukan sesuatu
yang diharamkan, dapat dikatakan membawa seseorang dalam pencobaan. Saya, sih,
tidak mau membawa teman-teman saya ke dalam pencobaan. Saya tidak mau
teman-teman saya “jatuh ke dalam dosa” hanya karena mengucapkan selamat natal.
Walaupun tidak terlalu
mempermasalahkan ada atau tidaknya ucapan selamat natal, saya tetap merasa
senang kalau ada teman berbeda agama yang mengucapkannya. Salam damai bagi kita
semua. {ST}