Suatu hari, saya
berkendara menggunakan bus TJ. Bus itu penuh sekali. Jalanan pun macet.
Akhirnya saya menyerah dan keluar di halte yang masih jauh dari rumah saya.
Saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan taksi.
Saat itu kesehatan saya
belum sepenuhnya pulih. Badan saya makin lemas karena rasanya oksigen di dalam
bus sangat kurang. Dengan melangkah gontai saya keluar dari halte dan menanti
taksi yang lewat.
Begitu melihat ada taksi
putih, saya segera melambaikan tangan untuk memanggilnya. Saya langsung naik
saja tanpa melihat-lihat lagi taksi apakah itu. Ternyata merk taksi itu tidak
jelas. Saya belum pernah mendengarnya. Hmmm… Sebenarnya saya sudah pernah
melakukan kesalahan seperti ini dulu. Rasanya ceritanya sudah pernah saya
posting di blog ini. Kali ini, saya mengulanginya lagi.
Baca juga: Taksi Putih yang Salah
Namun ada yang berbeda
dari kisah yang kali ini. Supir taksi yang ini ramah dan baik, menurut saya,
sih. Dia mengambil jalan lain yang lebih lancar dibandingkan dengan jalan
utama. Di jalan yang lancar rasanya lebih rela untuk membayar argo taksi.
Kalau dipikir-pikir dan
diingat-ingat, sebenarnya supir taksi yang dulu juga melakukan hal yang hampir
sama. Dia mau mengambil jalan yang berbeda daripada yang saya tunjukkan. Saya
keberatan karena jalan itu tidak umum dilalui, atau lebih tepatnya saya yang
tidak terbiasa. Bedanya saat itu banyak pemberitaan kurang baik tentang taksi,
ditambah lagi pesan-pesan dari adik saya yang menjadi pengguna setia taksi. {ST}