Ana

Kamis, 26 November 2015

Si Pendek yang Bersandar




            Suatu hari, saya berkendara menggunakan bus TJ. Seperti biasa, saya memilih untuk berada di area khusus perempuan. Di area ini, walaupun sesaknya sama, biasanya orang-orangnya tidak terlalu bau. Bau badan di tempat yang sesak bisa membuat saya mual.
            Saat itu, jalanan lebih macet dari biasanya. Banyak kendaraan pribadi yang mengambil jalur TJ. Bus yang saya tumpangi pun terjebak dalam kemacetan. Bus itu hanya berjalan sesekali. Itu pun hanya beberapa meter saja.
            Setelah beberapa lama, ada seorang perempuan yang nemplok di punggung saya. Saya segera menoleh untuk melihatnya. Saya sempat mengira dia jatuh pingsan dan terkulai bersandar di punggung saya. Ternyata bukan begitu kenyataannya. Badannya bersandar di punggung saya sementara kedua tangannya sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik.
            Mbak yang menyandar di punggung saya itu postur tubuhnya tidak terlalu tinggi. Bisa dikatakan pendek. Mungkin dia memang perlu bersandar sejenak supaya tetap bisa berdiri dengan stabil. Mungkin juga tangannya lelah karena memegang pegangan bus yang jauh tinggi di atas kepalanya.
            Terus terang saya agak risi kalau ada yang terlalu dekat apalagi menempel dengan saya. Badan saya memang agak sensitif dan agak geli di beberapa bagian, termasuk bagian tubuh yang disandari oleh si mbak itu. Maka saya pun menggoyangkan badan saya sebagai tanda ketidaknyamanan yang saya harapkan bisa menyadarkan di mbak itu.
            Setelah beberapa kali goyangan, mbak itu masih saja nempel ke punggung saya. Akhrinya saya menyikutnya sebagai tanda ketidaknyamanan dan ketidaksukaan. Mungkin lebih tepatnya tanda pengusiran. Saya sempat melirik sebentar. Wajahnya cemberut dan sepertinya ngajak berantem. Saya langsung memalingkan muka, malas ribut. Malas ngabur juga. Akhirnya si mbak itu yang berpindah ke tempat lain. Kali ini dia menyandarkan tubuhnya di tiang. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini