Salah satu cara mengenang
jasa pahlawan di negeri ini adalah dengan menjadikan namanya menjadi nama
jalan. Cara itu telah dilakukan sejak lama dan diberlakukan di seluruh kota di
Indonesia. Hampir di setiap kota ada nama jalan yang sama. Yang saya perhatikan,
pasti selalu ada nama pahlawan revolusi yang dijadikan nama jalan. Kebanyakan
nama jalan yang menyandang nama pahlawan revolusi adalah jalan utama.
Nama jalan itu juga
membuat nama pahlawan ini otomatis menjadi nama daerah. Apalagi kalau nama
jalan itu terletak di wilayah yang belum ada namanya sebelumnya. Area
sekitarnya akan disebut dengan nama jalannya. Kadang-kadang, nama jalan ini
juga dijadikan nama bangunan atau infrasrtuktur lainnya. Nama pahlawan itu
menjadi nama taman, apartemen, mall, bahkan tempat makan di pinggir jalan.
Ada juga beberapa nama
pahlawan yang disingkat karena terlalu panjang, misalnya Otista. Otista adalah
singkatan dari Otto Iskandardinata. Di Jakarta, jalan ini terbentang dari
Jatinegara menuju Cawang. Terus terang, saya pernah salah mengira tentang
Otista. Saya pikir itu nama kawasan seperti Jatinegara, Matraman, atau Salemba.
Daerah-daerah yang letaknya tidak jauh dari Otista. Saya baru nyadar setelah
membaca artikel di sebuah majalah. Otista ternyata nama orang. Saya yakin, anak-anak
zaman sekarang banyak juga yang tidak tahu kalau Otista adalah nama orang,
pahlawan pula.
Pahlawan lain yang
bernasib sama adalah Daan Mogot. Namanya diabadikan menjadi nama jalan yang
menghubungkan Grogol ke Tangerang. Dulu, saya mengira kalau Daan Mogot adalah
nama daerahnya. Nama daerah dengan 2 kata cukup umum di Jakarta. Ada Mangga
Dua, Sawah Besar, Jembatan Tiga, dll. Saya kira Daan Mogot adalah nama daerah
itu yang diambil dari bahasa daerah setempat. Ternyata, Daan Mogot adalah
pahlawan yang berasal dari Sulawesi Utara.
Saya adalah orang yang
cukup sering membaca. Saya cukup sering membaca biografi orang, terutama yang
dianggap berhasil. Gelar pahlawan disematkan pada seseorang tentunya karena dia
dianggap berjasa. Biasanya saya akan mencari tahu apa saja kisah di balik
seseorang sampai pantas dinyatakan sebagai pahlawan. Dengan kebiasaan seperti
itu saja, saya masih lalai untuk mengetahui siapa itu Otista dan Daan Mogot.
Bayangkan saja bagaimana dengan orang yang malas membaca?
Selain sering membaca,
saya juga dibesarkan dalam keluarga yang menghargai pahlawan. Kerabat saya
bahkan ada yang dianugerahi gelar pahlawan nasional. Kami jelas tahu bagaimana
perjuangannya. Walaupun berada di lingkungan yang menghargai pahlawan, tetap
saja ada yang terluput dari perhatian saya. Maklum saja, pahlawan nasional
jumlahnya ratusan. Di tahun ini bahkan ada 5 orang lagi yang diangkat menjadi
pahlawan nasional.
Bayangkan saja bagaimana
orang-orang yang tidak memiliki akses pengetahuan tentang pahlawan, atau juga
yang tidak lagi peduli apa jasa pahlawan. Bisa diduga kalau mereka juga tidak
peduli dan tidak terlalu menghormati para pahlawan yang dulu sudah berjuang.
Nama pahlawan hanya sekedar sebuah nama tempat. Kalau begini yang terjadi, maka
tujuan penamaan nama jalan dan tempat untuk menghormati malah tidak tercapai. {ST}