Penutupan Konferensi Anak
2015 dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu
Yohana Yembise. Dalam forum ini, anak-anak menyampaikan deklarasi yang telah
mereka susun selama konferensi. Mereka juga dibolehkan untuk bertanya.
Ada seorang anak yang
menanyakan bagaimana perasaan Ibu Yohana ketika dipilih menjadi menteri. Terus
terang, ini juga pertanyaan saya, terutama pada para menteri yang mengurusi
bidang yang bukan keahliannya.
Berkali-kali Bu Yohana
mengatakan dia kaget ketika terpilih. Dia tidak menyangka kalau seorang dosen
yang tinggal di Papua akan terpilih sebagai menteri. Apalagi kementerian yang
dipegangnya itu hampir tidak ada kaitannya dengan apa yang selama ini
digelutinya. Pengalaman yang “kurang nyambung” itu membuat banyak orang sanksi
akan kemampuannya memimpin departemen itu. Terus terang, saya juga termasuk
yang meragukannya.
Dari ceritanya, Bu Yohana
harus bekerja keras untuk dapat bekerja dengan baik. Bersyukur juga karena dia
adalah seorang guru yang memang terbiasa belajar. Belajar hal yang baru
bukanlah sesuatu yang asing baginya. Bu Yohana juga sangat terbantu dengan
adanya staf yang ahli dalam bidangnya masing-masing.
Dalam beberapa kabinet
sebelumnya, selalu ada departemen yang mengurusi perempuan/wanita.
Bertahun-tahun yang lalu, saya sangat kontra dengan adanya departemen yang seperti
ini. Dengan adanya lembaga khusus yang mengurusi urusan peranan perempuan,
artinya sama saja mengakui kalau perempuan itu adalah pihak yang lebih lemah
dan perlu diurusi. Artinya dengan sengaja mengakui kalau perempuan dan pria
tidak setara, terutama dalam peranan dan pemberdayaannya dalam masyarakat.
Kali ini, departemen ini digabungkan dengan perlindungan anak.
Penggabungan ini dapat dipahami dengan mudah. Perempuan dan anak-anak adalah
pihak-pihak yang terlemah dalam keluarga. Perempuan dan anak-anak sering
terabaikan haknya sebagai manusia. Saya juga tidak terlalu kontra lagi dengan
adanya lembaga khusus yang mengurusi urusan yang beginian. Entah dengan
bertambahnya usia saya makin bisa menerima pendapat yang berbeda, atau juga
karena terlalu banyak kenyataan yang memberitakan bagaimana perempuan dan
anak-anak belum dapat hidup layak.
Perlindungan anak adalah
isu yang santer dibahas beberapa tahun belakangan ini. Cukup banyak anak-anak
yang terlecehkan bahkan sampai kehilangan nyawanya. Hal-hal semacam ini terntu
saja menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan oleh kementerian PPPA.
Semoga saja Ibu Yohana dan timnya dapat membuat perempuan-perempuan Indonesia
lebih berdaya dan anak-anak Indonesia selalu terlindung dalam masa
pertumbuhannya. {ST}