Ana

Senin, 30 November 2015

Mobil Kecil Idaman




            Salah satu mobil idaman saya adalah Smart Fortwo. Seperti namanya, mobil ini kapasitasnya memang hanya untuk 2 orang. Mobil ini ukurannya kecil sekali, bahkan lebihkecil dari Mocil Kencana Wangi, mobil kecil yang selama ini saya kendarai.
            Yang membuat saya tertarik adalah ukurannya yang kecil. Selain karena selera, ada alasan praktis juga. Mobil ukuran kecil adalah mobil yang paling cocok di kota tempat saya tinggal ini, Jakarta.
            Saya pun mencari informasi tentang mobil kecil ini. Saat itu saya baru tahu, ternyata harganya mahal sekali. Mobil kecil produksi Mercedes Benz ini harga termurahnya saja sudah mendekati Rp 200 juta. Wah, mahal bener!
            Produsen mobil asal Jerman itu memang terkenal karena mobil-mobilnya yang mahal. Kalau keren mungkin relatif tergantung selera, ya. Kalau mahal, itu sudah pasti. Mobil merk ini sudah sejak lama dijadikan lahan pamer. Orang-orang yang memiliki uang berlebih biasanya merasa “wajib” memiliki mobil ini.
            Melihat spesifikasi teknisnya, mobil ini tidak terlalu banyak keunggulannya dibandingkan si Mocil. Smart Fortwo memiliki kecepatan maksimum 100 km/jam. Mobil ini juga dikenal irit bahan bakar. Selain itu, desainnya unik dan belum ada yang menyaingi. Mobil ini juga menonjolkan kelebihannya yang katanya bisa mendapatkan tempat parkir dengan mudah.
            Setelah dipikir-pikir lagi, saya menginginkan mobil ini sebenarnya hanya lapar mata. Saya tidak memerlukan mobil ini, apalagi yang harganya semahal itu. Kalau saya membeli mobil baru, mungkin saya akan membeli mobil yang daya tampungnya besar. Yang bisa memuat seluruh anggota keluarga saya plus para nebenger. Hmmm…. Tetapi kalau ada yang mau ngasih mobil ini, sih, saya enggak nolak. {ST}

Minggu, 29 November 2015

Lapis Legit Lontong




            Seorang pramuniaga menawarkan sesuatu yang unik kepada saya. Dia menawarkan lapis legit lontong. Yang membuat saya tertarik justru namanya, lapis legit lontong. Akhirnya saya pun mengikutinya ke booth tempat dagangannya dipajang.
            Ternyata lapis legit yang dimaksud dikemas dalam daun pisang. Bentuknya seperti lontong. Lapis legit itu tidak terlalu tebal, dan digulung. Gulungan berbentuk silinder itulah yang menjadikannya seperti lontong.
            Saya sempat mencoba kue berlapis-lapis ini. Mbak pramuniaga yang menawarkan beberapa potong kue itu, namun saya tidak membelinya. Agak kurang sreg dengan rasanya yang super manis. Yeah, namanya juga legit. Ya memang seharusnya legit.
            Walaupun tidak membelinya, saya mengapresiasi inovasi ini. Dengan kemasan yang berbeda dari biasanya, lapis legit ini sudah memiliki nilai tambah. Orang yang tidak terlalu suka kue yang berasa manis seperti saya pun tertarik untuk mencoba. Sayangnya saya lupa memotretnya, hanya sempat menuliskan ceritanya. {ST}

Sabtu, 28 November 2015

Pemecah Belah yang Mengaku Pemuka Agama




            Baru-baru ini media massa diramaikan oleh protes dari masyarakat karena ada “pemuka agama” yang memelesetkan salam dan menganggapnya racun karena dianggap bertentangan dengan”ajaran” agamanya. Mengapa saya menggunakan tanda kutip? Karena menurut saya orang ini tidak layak menjadi pemuka agama.
            Orang ini sangat gemar mengumandangkan kebencian kepada sesama manusia dan menganggap dirinya suci. Siapa namanya? Saya sih tahu siapa namanya tetapi tidak mau mencantumkannya di sini. Saya tidak mau mencatat nama manusia yang tidak memberikan nilai baik bagi sesamanya ini.
            Beberapa pendapatnya, menurut saya, malah membuka mata orang kalau dia sebenarnya tidak layak menjadi pemuka agama. Pengetahuannya sangat cetek, baik itu tentang agama yang katanya dianutnya, maupun tentang dunia yang dihuninya. Contohnya saja, salam khas daerah yang dikatakannya racun itu, kalau dia memang mengerti maknanya, tentunya dia tidak akan mengeluarkan pendapat seperti itu.
            Pendapatnya itu tidak bercanda, lo. Ia menyampaikannya di dalam “khotbah”. Kalau dalam pertunjukan stand up comedy, mungkin aja berncanda. Pendapatnya juga memecah belah persatuan. Hampir-hampir sama seperti jurus yang digunakan para penjajah dulu, mengadu domba orang-orang.
            Saya berharap lebih banyak orang yang belajar dan memahami agamanya dengan baik. Dengan makin memahami ajaran agama dan mendekatkan diri pada Tuhan, manusia makin bisa membedakan mana fitnah pengadu domba dan mana yang benar. Saya juga berharap makin banyak orang yang membuka wawasannya. Era teknologi informasi saat ini sangat memudahkan orang yang berniat untuk belajar.
            Ngomongin orang memang lebih enak, ya. Saya juga seharusnya lebih mendalami lagi agama saya yang mengajarkan kasih itu. Karena kalau bertemu dengan “pemuka agama” itu, saya belum tentu dapat menunjukkan kasih. Yang jelas saya harus menahan tangan saya untuk tidak menimpuknya. {ST}

Taksi Enggak Jelas yang Supirnya Baik




            Suatu hari, saya berkendara menggunakan bus TJ. Bus itu penuh sekali. Jalanan pun macet. Akhirnya saya menyerah dan keluar di halte yang masih jauh dari rumah saya. Saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan taksi.
            Saat itu kesehatan saya belum sepenuhnya pulih. Badan saya makin lemas karena rasanya oksigen di dalam bus sangat kurang. Dengan melangkah gontai saya keluar dari halte dan menanti taksi yang lewat.
            Begitu melihat ada taksi putih, saya segera melambaikan tangan untuk memanggilnya. Saya langsung naik saja tanpa melihat-lihat lagi taksi apakah itu. Ternyata merk taksi itu tidak jelas. Saya belum pernah mendengarnya. Hmmm… Sebenarnya saya sudah pernah melakukan kesalahan seperti ini dulu. Rasanya ceritanya sudah pernah saya posting di blog ini. Kali ini, saya mengulanginya lagi.


            Namun ada yang berbeda dari kisah yang kali ini. Supir taksi yang ini ramah dan baik, menurut saya, sih. Dia mengambil jalan lain yang lebih lancar dibandingkan dengan jalan utama. Di jalan yang lancar rasanya lebih rela untuk membayar argo taksi.
            Kalau dipikir-pikir dan diingat-ingat, sebenarnya supir taksi yang dulu juga melakukan hal yang hampir sama. Dia mau mengambil jalan yang berbeda daripada yang saya tunjukkan. Saya keberatan karena jalan itu tidak umum dilalui, atau lebih tepatnya saya yang tidak terbiasa. Bedanya saat itu banyak pemberitaan kurang baik tentang taksi, ditambah lagi pesan-pesan dari adik saya yang menjadi pengguna setia taksi. {ST}

Jumat, 27 November 2015

Guru yang Mengajar Membaca di SD




            Saya sebenarnya sudah bisa membaca sejak usia 5 tahun, saat duduk di TK. Saya bisa karena tertarik dengan apa yang kakak saya pelajari. Kakak saya, yang umurnya terpaut 2 tahun dengan saya, sudah lebih dulu sekolah di SD. Hampir setiap malam dia mendapatkan PR tentang membaca. Mamah membantunya mengerjakan PR itu dan saya ikut-ikutan di dekatnya. Sejak saat itu, saya sudah mulai tertarik dan suka membaca. Kesukaan itu masih awet sampai saat ini.
            Memasuki sekolah dasar, barulah dimulai pelajaran membaca yang sebenarnya. Saya sangat senang karena hampir semua pelajaran membaca sudah bisa saya mengerti. Namun, bukan berarti saya tidak belajar. Saya tetap belajar, diajar oleh seorang guru ramah yang baik hati. Namanya Bu Abel.
            Kesan saya tentang Bu Abel sangat baik. Saya yang agak pendiam memang jarang ngomong, apalagi sama guru. Selain takut, ada juga rasa segan. Namun Bu Abel tidak terlalu menakutkan. Dia ramah dan sepertinya senang berbicara dengan saya yang sudah bisa membaca. Bu Abel juga tetap ramah pada teman-teman yang belum bisa membaca.
            Kalau ada yang menanyakan siapakan guru yang mengajar saya membaca, saya sering menjawab dengan namanya, Bu Abel. Pelajaran membaca yang saya dapatkan dari nguping kakak saya membuat PR, bisa dikatakan sebagai mengeja. Untuk membaca secara keseluruhan, Bu Abel-lah orangnya yang mengajarkan. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini