Ana

Rabu, 14 Oktober 2015

Papah 70 Tahun




            Tahun 2015 ini, Papah bertambah umur menjadi 70 tahun. Papah selalu berusia sama dengan Republik Indonesia. Ya, dia memang dilahirkan tahun 1945, sama dengan kemerdekaan negara ini.

            Tujuh puluh tahun bukanlah usia yang muda. Papah sudah tua, sudah lanjut usia. Tujuh puluh tahun juga adalah angka yang spesial, angka yang “cantik”. Karena itu, keluarga kami ingin merayakannya secara khusus. Tanggal 13 Oktober 2015, di hari ulang tahun Papah, ada acara syukuran di rumah kami di Palangkaraya.

Acara syukuran ini juga bertepatan dengan giliran doa rosario di rumah kami yang terletak di pusat kota itu. Sebagai bentuk ucapan syukur, kami mengundang keluarga dekat untuk bersama merayakannya. Tentu saja ada makanan dalam acara ini. Biaya makan dalam acara syukuran ini disponsori oleh adik saya yang juga bersyukur karena mendapatkan pekerjaan yang baru. Adik saya juga menyempatkan diri untuk pulang ke Palangkaraya dan beryukur bersama dengan bertambahnya usia Papah.

Keluarga dekat bagi kami artinya keluarga kandung ditambah dengan sepupu-sepupu. Tak disangka, itu jumlahnya buanyaaak sekali. Menurut laporan pandangan mata adik saya yang berada di sana, yang datang ke ulang tahun Papah itu lebih dari 100 orang Maklum saja, Papah bersaudara saja sudah 7 orang. Masing-masing saudara Papah itu memiliki anak yang cukup banyak. Sekarang, keluarga kami sudah berkembang biak 4 keturunan bila dihitung dari Bue Anggut (bapaknya Papah). Itu baru saudara kandung Papah, masih belum ditambah dengan saudara sepupu dan anak-anaknya.

Saya sebenarnya juga ingin pulang ke Palangkaraya. Apalagi saat itu ada tanggal merah. Tanggal 14 Oktober adalah hari libur tahun baru Islam. Sebenarnya cocok juga untuk disambung dengan cuti yang bisa digunakan untuk pulang. Setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, akhirnya saya mengambil keputusan untuk tidak jadi pulang kampung. Ada beberapa alasan yang membuat saya mengambil keputusan ini, antara lain jatah cuti yang makin berkurang, dana yang disayang-sayang, dan penerbangan yang tidak lancar karena asap. Saya hanya menitipkan hadiah lewat adik saya yang pergi ke sana.

Mencari hadiah untuk Papah agak-agak susah. Walaupun hampir seumur hidup telah menjadi anaknya, saya kurang paham apa saja yang Papah sukai. Akhirnya saya memikirkan apa yang Papah perlukan. Sepertinya, Papah perlu mobil baru untuk mengantarnya beraktivitas. Sayangnya, saya belum dapat membelikan Papah mobil baru di hari ulang tahunnya yang ke-70 ini. Semoga tahun depan bisa ya...

Akhirnya saya memusatkan pada hal lain yang saya rasa berguna. Saya juga harus menimbang waktu yang saya miliki. Hari itu, hari ketika saya mencari kado, hanya tinggal 2 hari menjelang keberangkatan adik saya. Saya harus mendapatkannya hari itu juga karena saya cukup mengenal kebiasaan adik saya. Adik saya itu bila bepergian persiapannya sudah jauh hari. Dia akan menutup kopernya sehari sebelum keberangkatannya.

Membeli kado  2 hari sebelum keberangkatan pun sebenarnya sangat mepet. Apalagi ditambah dengan ketidakcakapan saya membungkus kado. Yah, kalo tentang bungkus kado ini perkembangannya memang agak kurang. Dari kecil dulu saya memang kurang ahli. Kado untuk teman-teman sering saya bungkus seperti permen. Caranya mudah, kok. Hadiahnya tinggal dibungkus kemudian kedua ujungnya diikat atau diselotip. Cara ini praktis dan cocok pula untuk penerimanya, teman-teman saya waktu kecil dulu. Masalahnya kado buat Papah ini adalah kado untuk bapak berusia 70 tahun. Masa bungkusnya permen?

Saya akhirnya ke toko buku Kristen yang letaknya tak jauh dari gereja. Saat datang ke situ, saya belum tahu mau beli apa. Yang jelas, saya mau beli buku. Sudah beberapa tahun ini memang saya lebih suka memberikan hadiah buku. Entah kepada orang yang berulang tahun, ataupun sebagai penghargaan kepada seseorang.

Setelah berkeliling beberapa lama, saya mendapatkan beberapa buku dan pernak-pernik yang saya anggap cocok untuk Papah. Entahlah apakah dia suka atau enggak. Ada pajangan dengan tulisan tentang senyum dan tertawa, ada buku, CD, dan tentu saja kartu ucapannya. Saya juga membeli buku untuk bacaan saya sendiri. Sewaktu membelinya, saya tidak mempertimbangkan bagaimana cara saya akan membungkusnya. Ada terbersit sekilas tentang memasukkannya ke dalam sebuah kotak, namun saya melupakannya dalam sekejap. Akhirnya, hadiah yang saya beli itu beraneka ukurannya dan menjadi masalah baru ketika harus membungkusnya. Kado yang saya bungkus itu bentuknya tak beraturan dan tidak indah. Yeah... Yang penting isinya, kan?

Bersama dengan hadiah yang bungkusnya kurang indah itu teriring doa dari seorang anak kepada bapaknya. Semoga Papah selalu diberkati Tuhan dan diizinkan untuk menjadi berkat bagi sesama di masa tuanya. Saya juga mendoakan semoga Papah selalu sehat, bahagia, berlimpah rezeki dan kasih sayang, dan impiannya tercapai. Tuhan memberkati dan menjaga Papah selalu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini