Tahun
2015 ini, Papah bertambah umur menjadi 70 tahun. Papah selalu berusia sama
dengan Republik Indonesia. Ya, dia memang dilahirkan tahun 1945, sama dengan
kemerdekaan negara ini.
Tujuh
puluh tahun bukanlah usia yang muda. Papah sudah tua, sudah lanjut usia. Tujuh
puluh tahun juga adalah angka yang spesial, angka yang “cantik”. Karena itu,
keluarga kami ingin merayakannya secara khusus. Tanggal 13 Oktober 2015, di
hari ulang tahun Papah, ada acara syukuran di rumah kami di Palangkaraya.
Acara syukuran ini juga
bertepatan dengan giliran doa rosario di rumah kami yang terletak di pusat kota
itu. Sebagai bentuk ucapan syukur, kami mengundang keluarga dekat untuk bersama
merayakannya. Tentu saja ada makanan dalam acara ini. Biaya makan dalam acara
syukuran ini disponsori oleh adik saya yang juga bersyukur karena mendapatkan
pekerjaan yang baru. Adik saya juga menyempatkan diri untuk pulang ke
Palangkaraya dan beryukur bersama dengan bertambahnya usia Papah.
Keluarga dekat bagi kami
artinya keluarga kandung ditambah dengan sepupu-sepupu. Tak disangka, itu
jumlahnya buanyaaak sekali. Menurut laporan pandangan mata adik saya yang
berada di sana, yang datang ke ulang tahun Papah itu lebih dari 100 orang
Maklum saja, Papah bersaudara saja sudah 7 orang. Masing-masing saudara Papah
itu memiliki anak yang cukup banyak. Sekarang, keluarga kami sudah berkembang
biak 4 keturunan bila dihitung dari Bue Anggut (bapaknya Papah). Itu baru
saudara kandung Papah, masih belum ditambah dengan saudara sepupu dan anak-anaknya.
Saya sebenarnya juga ingin
pulang ke Palangkaraya. Apalagi saat itu ada tanggal merah. Tanggal 14 Oktober
adalah hari libur tahun baru Islam. Sebenarnya cocok juga untuk disambung
dengan cuti yang bisa digunakan untuk pulang. Setelah dipikir-pikir dan
ditimbang-timbang, akhirnya saya mengambil keputusan untuk tidak jadi pulang
kampung. Ada beberapa alasan yang membuat saya mengambil keputusan ini, antara
lain jatah cuti yang makin berkurang, dana yang disayang-sayang, dan penerbangan
yang tidak lancar karena asap. Saya hanya menitipkan hadiah lewat adik saya
yang pergi ke sana.
Mencari hadiah untuk Papah
agak-agak susah. Walaupun hampir seumur hidup telah menjadi anaknya, saya
kurang paham apa saja yang Papah sukai. Akhirnya saya memikirkan apa yang Papah
perlukan. Sepertinya, Papah perlu mobil baru untuk mengantarnya beraktivitas.
Sayangnya, saya belum dapat membelikan Papah mobil baru di hari ulang tahunnya
yang ke-70 ini. Semoga tahun depan bisa ya...
Akhirnya saya memusatkan pada
hal lain yang saya rasa berguna. Saya juga harus menimbang waktu yang saya
miliki. Hari itu, hari ketika saya mencari kado, hanya tinggal 2 hari menjelang
keberangkatan adik saya. Saya harus mendapatkannya hari itu juga karena saya
cukup mengenal kebiasaan adik saya. Adik saya itu bila bepergian persiapannya
sudah jauh hari. Dia akan menutup kopernya sehari sebelum keberangkatannya.
Membeli kado 2 hari sebelum keberangkatan pun sebenarnya
sangat mepet. Apalagi ditambah dengan ketidakcakapan saya membungkus kado. Yah,
kalo tentang bungkus kado ini perkembangannya memang agak kurang. Dari kecil
dulu saya memang kurang ahli. Kado untuk teman-teman sering saya bungkus
seperti permen. Caranya mudah, kok. Hadiahnya tinggal dibungkus kemudian kedua
ujungnya diikat atau diselotip. Cara ini praktis dan cocok pula untuk
penerimanya, teman-teman saya waktu kecil dulu. Masalahnya kado buat Papah ini
adalah kado untuk bapak berusia 70 tahun. Masa bungkusnya permen?
Saya akhirnya ke toko buku
Kristen yang letaknya tak jauh dari gereja. Saat datang ke situ, saya belum
tahu mau beli apa. Yang jelas, saya mau beli buku. Sudah beberapa tahun ini
memang saya lebih suka memberikan hadiah buku. Entah kepada orang yang berulang
tahun, ataupun sebagai penghargaan kepada seseorang.
Setelah berkeliling beberapa
lama, saya mendapatkan beberapa buku dan pernak-pernik yang saya anggap cocok
untuk Papah. Entahlah apakah dia suka atau enggak. Ada pajangan dengan tulisan
tentang senyum dan tertawa, ada buku, CD, dan tentu saja kartu ucapannya. Saya
juga membeli buku untuk bacaan saya sendiri. Sewaktu membelinya, saya tidak
mempertimbangkan bagaimana cara saya akan membungkusnya. Ada terbersit sekilas
tentang memasukkannya ke dalam sebuah kotak, namun saya melupakannya dalam sekejap.
Akhirnya, hadiah yang saya beli itu beraneka ukurannya dan menjadi masalah baru
ketika harus membungkusnya. Kado yang saya bungkus itu bentuknya tak beraturan
dan tidak indah. Yeah... Yang penting isinya, kan?
Bersama dengan hadiah yang
bungkusnya kurang indah itu teriring doa dari seorang anak kepada bapaknya.
Semoga Papah selalu diberkati Tuhan dan diizinkan untuk menjadi berkat bagi
sesama di masa tuanya. Saya juga mendoakan semoga Papah selalu sehat, bahagia,
berlimpah rezeki dan kasih sayang, dan impiannya tercapai. Tuhan memberkati dan
menjaga Papah selalu. {ST}