Saat ini, bukan rahasia lagi kalau
pembakar lahan di Sumatra dan Kalimantan adalah korporasi. Jejaknya bisa
ditelusuri dan bisa dibuktikan. Nama-nama perusahaan itu telah pula beredar
luas di masyarakat. Entah sumbernya dari mana.
Saya yakin, pemerintah juga tahu
siapa saja yang memiliki andil untuk membuat asap Indonesia sangat terkenal di
dunia. Hanya sampai sekarang, sampai tulisan ini saya buat, pemerintah belum
mengumumkan secara resmi perusahaan mana saja yang terlibat dalam pembakaran
hutan itu. Keputusan ini mengundang pro dan kontra. Awalnya saya juga kontra,
namun belakangan ini saya kurang peduli dengan apa yang dilakukan pemerintah
mengenai asap. Biarkan saja. Agak-agak apatis gitu, deh.
Sebenarnya apatis banget enggak
juga, sih. Mencoba memahami dan kemudian mengabaikan tepatnya. Saya memang
mencoba memahami keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga
resminya. Saya pernah berpikiran, mungkin pengumuman itu masih dalam tahap yang
bisa dilobi (dengan bantuan aditif berupa mata uang), atau karena pertimbangan
lainnya.
Pertimbangan lainnya itu mungkin
karena perusahaan-perusahaan ini adalah anggota group atau korporasi yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak hanya orang-orang culas yang hanya
mementingkan keuntungan diri, tetapi mereka yang profesional bekerja untuk
bisnis ini. Ada juga orang-orang yang tak punya pilihan sehingga harus
menggantungkan hidupnya pada bisnis yang menghancurkan hutan tropis Indonesia
ini.
Kalau sampai perusahaan perusak
hutan diumumkan, kemungkinan akan banyak orang yang akan menyerang perusahaan
ini, baik secara fisik maupun tidak. Mungkin saya juga termasuk yang “menyerang”
dengan kata-kata yang saya tuliskan di blog ini. Akan banyak orang yang tidak
mau lagi menggunakan produk yang dihasilkannya. Kejadian seperti ini bila
berlangsung terus menerus tentu saja akan mengurangi keuntungan. Ini sudah
pasti memengaruhi jalannya roda bisnis. Kemungkinan akan banyak orang yang
diputuskan hubungan kerjanya. Orang-orang pertama yang akan menerimanya adalah
orang-orang di level terbawah.
Agak-agak
sama dengan bisnis rokok. Walaupun produknya tidak berdampak baik bagi manusia
yang menggunakannya, rezeki rokok menghidupi banyak orang yang menjadi bagian
dari industrinya. Tak heran bisnis ini juga susah untuk dimatikan. Malah ada
regulasi yang melindunginya dengan menjadikannya warisan budaya. Saya sih cuma bisa
geleng-geleng membaca hal ini.
Pada
akhirnya, saya memang abai pada keputusan pemerintah, namun bukan berarti saya
apatis dalam keseharian. Saya berusaha mengatur apa yang saya konsumsi supaya
sebisa mungkin tidak merusak lingkungan dan tidak mendukung para perusahaan
perusak lingkungan itu. Ini gampang-gampang susah dilakukan. Apalagi pada
produk yang berhubungan dengan minyak sawit. Cukup banyak produk yang kami
gunakan di rumah, memiliki bahan minyak sawit di dalamnya. Mau dibuang sayang,
jadi dihabiskan dulu, baru kemudian diganti dengan produk baru yang lebih ramah
lingkungan.
Beberapa
kenalan saya sampai sekarang ini masih menuntut supaya perusahaan pembakar
lahan diungkapkan. Kadang-kadang ada juga yang mengajak saya untuk tidak diam
saja dan menyaurakan tuntutan itu, baik di media sosial, maupun di media resmi
tempat saya sering numpang menitipkan karya. Sekali lagi saya mengabaikan
ajakan ini. Sama seperti saya mengabaikan keputusan pemerintah. Bagi saya, diumumkan
atau tidak, tetap tidak membuat dunia lebih baik. Untuk membuat dunia lebih
baik, tanpa polusi asap, perlu berbuat sesuatu. Sesuatu itu, sekali lagi
menurut pandangan saya, adalah perbuatan yang dimulai dari kita sendiri.
Perbuatan itulah yang akan saya bagikan dalam tulisan-tulisan saya di blog ini
dan juga di media lainnya. {ST}