Ana

Minggu, 18 Oktober 2015

Koordinator Bus yang Tepat Waktu




            Beberapa waktu yang lalu, saya menyatakan bersedia menjadi koordinator bus untuk perjalanan acara Bulan Keluarga GKI Kwitang. Sebenarnya, dalam beberapa kepanitiaan yang saya ikuti, agak tidak umum kalau perempuan yang menjadi koordinator bus. Selain tugas ini memang terkesan “macho”, biasanya memang tidak ada juga perempuan yang bersedia.
            Saya menyatakan kesediaan saya karena sudah tidak ada orang lagi yang dapat diminta kesediaannya. Panitia yang mengerjakan acara ini orangnya terbatas. Hmm... Tepatnya yang terbatas adalah orang-orang yang mau kerja. Sebenarnya, saya juga enggan. Koordinator bus sudah selayaknya berhubungan dengan bus dan supirnya. Nah, inilah yang membuat saya enggan.
Dalam bayangan saya, supir bus itu agak-agak rusuh seperti yang sering saya temui di jalan raya. Saya juga tidak terlalu paham dengan otomotif bus, kalau-kalau terjadi masalah. O iya, ada satu lagi. Koordinator bus itu kalau di jalan raya adalah kenek, orang yang tugasnya berteriak-teriak. Saya bukanlah orang yang bersuara nyaring dan suka teriak. Kalau boleh memilih, saya lebih suka menjadi penumpang yang duduk diam di tempat duduk dekat jendela.
            Walaupun enggan, saya berusaha melakukan tugas ini sebaik-baiknya. Saya hadir lebih awal dari waktu keberangkatan supaya dapat berkomunikasi dengan sang supir. Saya perlu menyampaikan beberapa informasi, terutama tempat yang akan kami tuju. Ternyata supirnya baik, kok. Enggak seperti supir angkutan di jalan itu. Dia dengan cepat mengerti brifing yang saya berikan.
            Setelah beberapa orang berkumpul, kami belum bisa berangkat karena menunggu beberapa orang yang seharusnya bertanggung jawab. Penantian ini membuat beberapa orang gelisah, termasuk saya. Dalam obrolan selagi menunggu itu, ternyata orang-orang yang sudah datang ini adalah orang yang terbiasa tepat waktu. Keterlambatan tanpa alasan yang jelas membuat beberapa dari mereka uring-uringan. Ada yang marah. Ada yang ngomel. Ada yang nyaris ngambek.
            Sebagai koordinator bus yang sudah datang, saya berusaha menenangkan mereka. Dalam hal ini, saya sangat mengerti. Sebenarnya, saya juga gelisah dan uring-uringan. Dalam hati saya ngomel juga pada beberapa rekan yang terlambat datang tanpa alasan yang jelas itu. Akhirnya saya memutuskan untuk berangkat lebih dulu saja setelah melihat orang yang berkumpul sudah bisa memenuhi sebuah bus.
            Keberangkatan kami disambut dengan ucapan syukur dari para penumpang. Dari omelan yang saya dengar, dapat disimpulkan kalau sebagian mereka adalah orang yang menghargai waktu, sama seperti saya. Seorang penumpang berkata, “Bus kita ini adalah bus yang tepat waktu.” Dengan demikian, saya adalah koordinator bus yang tepat waktu. {ST} 

Popular Posts

Isi blog ini