Perkebunan kelapa sawit dituding
sebagai biang dari pembakaran lahan yang menghasilkan asap yang mengganggu
kehidupan warga di Kalimantan dan Sumatra. Selain itu, pernah ada tudingan
tentang peladang berpindah yang gemar membakar lahan ketika hendak menanaminya.
Saya pernah membahasnya dalam tulisan yang lain. Saat ini, saya hanya akan
menuliskan tentang kelapa sawit.
Saya mengenal kelapa sawit sejak kecil.
Pohon palem berbuah kecil ini ada di dekat tempat tinggal kami dulu. Buah
kelapa sawit adalah salah satu camilan dan bahan mainan saya ketika kecil dulu.
Buahnya kecil (apalagi kalau dibandingkan dengan kelapa), rasanya gurih. Yang
dimakan adalah bagian tengahnya. Untuk memecahkan cangkangnya, perlu digebuk
dulu dengan batu.
Pohon kelapa sawit yang saya kenal
itu tumbuh di pinggir jalan. Menurut Papah, seorang sarjana kehutanan, pohon
kelapa sawit bukanlah pohon yang tepat untuk dijadikan pohon peneduh jalan.
Pohon peneduh jalan lebih baik pohon dikotil, bukan pohon monokotil dengan akar
serabut seperti kelapa sawit. Entah apa alasan di balik penanaman pohon kelapa
sawit di pinggir jalan rumah kami itu. Saat saya masih kecil, pohon itu sudah
setinggi rumah, atau mungkin lebih tinggi lagi.
Saya juga tahu ada beberapa daerah
di luar kota Palangkaraya yang dijadikan perkebunan kelapa sawit. Kabarnya,
kelapa sawit ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak kelapa sawit memiliki
banyak sekali manfaat. Minyaknya bisa dijadikan minyak goreng, margarin, bahan
sabun, shampoo, lotion, aditif
pembuatan beberapa barang lain. Pokoknya banyak, deh. Sekali tanam, jualnya
bisa ke banyak bidang bisnis. Kelapa sawit membuat banyak orang tergiur untuk
menanami lahannya dengan tumbuhan palem yang mirip salak ini.
Beberapa tahun yang lalu, bisnis
kelapa sawit ini sempat booming.
Bisnis ini ditawarkan ke banyak orang dari berbagai profesi. Caranya dengan
menawarkan join investasi. Cukup banyak kenalan saya yang ambil bagian dalam
bisnis ini. Sepertinya yang tergiur tidak hanya beberapa kenalan saya itu.
Lahan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit membuktikannya.
Kelapa sawit, si tumbuhan serabut
ini memenuhi tanah di tempat tumbuhnya dengan akarnya. Dengan demikian, pohon ini
juga mengambil zat-zat yang berguna bagi pertumbuhannya. Hampir tidak ada
pepohonan lain yang dapat tumbuh di dekat pohon kelapa sawit. Hanya tumbuhan
kecil yang dapat dikatakan hama yang dapat tumbuh di sekitarnya.
Kelapa sawit tumbuh dengan baik di daerah
tropis, seperti Indonesia ini. Tak heran orang Belanda dulu membawanya ke
daerah jajahannya ini. Perkebunan kepala sawit mulai berkembang sejak tahun
1900-an. Mereka membuka perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah di
Indonesia. Pohon palem yang berasal dari Afrika ini ditanam dari biji. Bibit
pertama kelapa sawit di Indonesia ada di Kebun Raya Bogor.
Rezeki dari kelapa sawit memang
menggiurkan. Kelapa sawit tidak hanya membuat kaya para pelaku bisnis, tetapi
juga negara lewat pajaknya. Hmmm… Kemungkinan besar kelapa sawit juga
memperkaya para pejabat setempat yang memberikan izin dan hak menggunakan lahan
untuk ditanami kelapa sawit.
Jejak kelapa sawit tanpa kita sadari
sudah sangat melekat dalam kehidupan kita. Apakah bisa manusia yang sudah
terbiasa dengan produk kelapa sawit harus mendadak hidup tanpanya? Enggak
janji, deh. Mungkin bisa, namun perlu perjuangan yang tentunya tidak mudah.
Saya sendiri berusaha mengurangi
penggunaan produk dari kelapa sawit. Yang paling jelas bentuknya adalah minyak
goreng. Saya memang membatasi penggunaan minyak goreng di rumah kami. Dalam hal
ini saya bisa ikut terlibat karena sayalah yang bertugas untuk belanja di
rumah. Selain produk itu, saya masih memilah produk lainnya yang bisa saya
kurangi.
Sendirian mengurangi penggunaan
produk dari kelapa sawit mungkin tidak ada artinya sama sekali bagi dunia ini.
Namun bila dilakukan oleh jutaan bahkan miliaran orang, tentunya permintaan
akan produk kelapa sawit akan berkurang. Dengan demikian otomatis pengadaan
kepala sawit pun akan berkurang. Perkebunan kelapa sawit tidak perlu ada
sebanyak sekarang. Lahannya bisa dikembalikan menjadi hutan seperti sebelumnya.
{ST}