Ana

Minggu, 04 Oktober 2015

Kelapa Sawit




            Perkebunan kelapa sawit dituding sebagai biang dari pembakaran lahan yang menghasilkan asap yang mengganggu kehidupan warga di Kalimantan dan Sumatra. Selain itu, pernah ada tudingan tentang peladang berpindah yang gemar membakar lahan ketika hendak menanaminya. Saya pernah membahasnya dalam tulisan yang lain. Saat ini, saya hanya akan menuliskan tentang kelapa sawit.
            Saya mengenal kelapa sawit sejak kecil. Pohon palem berbuah kecil ini ada di dekat tempat tinggal kami dulu. Buah kelapa sawit adalah salah satu camilan dan bahan mainan saya ketika kecil dulu. Buahnya kecil (apalagi kalau dibandingkan dengan kelapa), rasanya gurih. Yang dimakan adalah bagian tengahnya. Untuk memecahkan cangkangnya, perlu digebuk dulu dengan batu.
            Pohon kelapa sawit yang saya kenal itu tumbuh di pinggir jalan. Menurut Papah, seorang sarjana kehutanan, pohon kelapa sawit bukanlah pohon yang tepat untuk dijadikan pohon peneduh jalan. Pohon peneduh jalan lebih baik pohon dikotil, bukan pohon monokotil dengan akar serabut seperti kelapa sawit. Entah apa alasan di balik penanaman pohon kelapa sawit di pinggir jalan rumah kami itu. Saat saya masih kecil, pohon itu sudah setinggi rumah, atau mungkin lebih tinggi lagi.
            Saya juga tahu ada beberapa daerah di luar kota Palangkaraya yang dijadikan perkebunan kelapa sawit. Kabarnya, kelapa sawit ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak kelapa sawit memiliki banyak sekali manfaat. Minyaknya bisa dijadikan minyak goreng, margarin, bahan sabun, shampoo, lotion, aditif pembuatan beberapa barang lain. Pokoknya banyak, deh. Sekali tanam, jualnya bisa ke banyak bidang bisnis. Kelapa sawit membuat banyak orang tergiur untuk menanami lahannya dengan tumbuhan palem yang mirip salak ini.
            Beberapa tahun yang lalu, bisnis kelapa sawit ini sempat booming. Bisnis ini ditawarkan ke banyak orang dari berbagai profesi. Caranya dengan menawarkan join investasi. Cukup banyak kenalan saya yang ambil bagian dalam bisnis ini. Sepertinya yang tergiur tidak hanya beberapa kenalan saya itu. Lahan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit membuktikannya.
            Kelapa sawit, si tumbuhan serabut ini memenuhi tanah di tempat tumbuhnya dengan akarnya. Dengan demikian, pohon ini juga mengambil zat-zat yang berguna bagi pertumbuhannya. Hampir tidak ada pepohonan lain yang dapat tumbuh di dekat pohon kelapa sawit. Hanya tumbuhan kecil yang dapat dikatakan hama yang dapat tumbuh di sekitarnya.
            Kelapa sawit tumbuh dengan baik di daerah tropis, seperti Indonesia ini. Tak heran orang Belanda dulu membawanya ke daerah jajahannya ini. Perkebunan kepala sawit mulai berkembang sejak tahun 1900-an. Mereka membuka perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah di Indonesia. Pohon palem yang berasal dari Afrika ini ditanam dari biji. Bibit pertama kelapa sawit di Indonesia ada di Kebun Raya Bogor.
            Rezeki dari kelapa sawit memang menggiurkan. Kelapa sawit tidak hanya membuat kaya para pelaku bisnis, tetapi juga negara lewat pajaknya. Hmmm… Kemungkinan besar kelapa sawit juga memperkaya para pejabat setempat yang memberikan izin dan hak menggunakan lahan untuk ditanami kelapa sawit.
            Jejak kelapa sawit tanpa kita sadari sudah sangat melekat dalam kehidupan kita. Apakah bisa manusia yang sudah terbiasa dengan produk kelapa sawit harus mendadak hidup tanpanya? Enggak janji, deh. Mungkin bisa, namun perlu perjuangan yang tentunya tidak mudah.
            Saya sendiri berusaha mengurangi penggunaan produk dari kelapa sawit. Yang paling jelas bentuknya adalah minyak goreng. Saya memang membatasi penggunaan minyak goreng di rumah kami. Dalam hal ini saya bisa ikut terlibat karena sayalah yang bertugas untuk belanja di rumah. Selain produk itu, saya masih memilah produk lainnya yang bisa saya kurangi.
            Sendirian mengurangi penggunaan produk dari kelapa sawit mungkin tidak ada artinya sama sekali bagi dunia ini. Namun bila dilakukan oleh jutaan bahkan miliaran orang, tentunya permintaan akan produk kelapa sawit akan berkurang. Dengan demikian otomatis pengadaan kepala sawit pun akan berkurang. Perkebunan kelapa sawit tidak perlu ada sebanyak sekarang. Lahannya bisa dikembalikan menjadi hutan seperti sebelumnya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini