Sampai saat ini, pendidikan di
Indonesia tidak merata. Mutu sekolah tidak sama. Kadang-kadang mutu sekolah
tergantung pada uang sekolah yang dibayar siswanya. Sekolah yang berada di kota
besar, umumnya fasilitasnya lebih baik. Beda halnya dengan sekolah yang ada di
pedalaman.
Saya mendapatkan informasi kalau di
pedalaman Kalimantan cukup banyak sekolah yang tidak ada gurunya. Lebih
tepatnya tidak ada guru yang mengajar. Kalau guru yang seharusnya mengajar di
situ sih ada. Nama mekeka terdaftar sebagai pegawai dengan tugas sebagai guru.
Namun, mereka tidak melakukan pekerjaan itu. Bisa dikatakan mereka magabut,
makan gaji buta.
Terus terang saya agak mangkel
mendengarnya. Kok, tega-teganya mengorbankan pendidikan anak kecil untuk gaji?
Saya lebih sebal lagi karena ada beberapa saudara saya yang menjadi guru
magabut. Mereka lebih sering berada di kota Palangkaraya dibandingkan di desa
tempat mereka ditugaskan.
Seseorang pernah meneceritakan ke
saya tentang sisi lain dari guru magabut. Tidak selamanya guru magabut adalah
orang yang egois. Sering kali pilihan magabut itu diambil karena terpaksa,
terutama oleh orang yang sudah berumah tangga.
Bagi seorang
kepala keluarga, biasanya tidak memungkinkan untuk membawa keluarganya ke desa
tempatnya ditugaskan. Fasilitas super minim dan kebanyakan harus swadaya
sendiri membuat mereka lebih memilih menempatkan keluarga mereka di kota besar.
Begitu pula halnya dengan yang berstatus istri. Lebih praktis merantau
sendirian ketimbang membawa keluarga namun tempat tinggal tidak dijamin.
Entah karena
kendala apa (kemungkinan besar sih korupsi), banyak guru yang gajinya terlambat
dibayar. Agak aneh juga mengingat negara kita belum bangkrut. Negara pasti
menyediakan dana untuk menggaji pegawai negeri. Gaji yang besarnya tidak
seberapa itu tertunda sampai berbulan-bulan. Tentu saja itu membuat para guru
bokek. Mereka harus mencari mata pencarian lain untuk menyambung hidup. Mata pencarian
itu biasanya ada di kota, bukan di desa pedalaman tempat mereka ditempatkan.
Walaupun
gajinya terbayar rutin, apra guru ini tetap harus mengeluarkan biaya sendiri
untuk menuju tempat kerjanya di pedalaman pulau. Ongkos transportasi menuju
tempat seperti ini tidak mudah dan tidak murah. Kadang-kadang ongkos jalan itu
lebih dari gaji mereka. Karena itu cukup banyak yang memilih bolos bekerja
saja. Toh, dia tidak sendiri. Selain dia, banyak orang lain yang bolos dan
magabut.
Mendengar
cerita tentnag guru yang ditempatkan di pedalaman itu, saya mencoba menempatkan
diri di tempat mereka. Mungkin saya akan menghadapi dilema yang sama. Namun
sepertinya saya akan mengambil pilihan yang berbeda. Kalau ternyata menjadi
guru di pedalaman membuat sengsara, mungkin saya akan mengundurkan diri saja.
Buakn berarti menyerah, tetapi mengambil jalan lain untuk kebaikan bersama.
Baik bagi saya karena saya dapat mencari jalan hidup yang lain. Baik juga bagi
yang menggaji saya karena saya tidak menghabiskan biaya tanpa ada guna. Saya
tidak akan magabut. Malu. {ST}
Jadi teringat yang ini: MintaPerputaran Pegawai