“Kamu sudah berkeluarga?” tanya
beberapa orang yang saya temui.
Saya paham apa yang dimaksudnya
sebenarnya menanyakan apakah saya sudah menikah atau belum. Bertahun-tahun yang
lalu, saya pernah mempertanyakan hal ini. Mengapa tidak langsung saja
menanyakan saya sudah menikah atau belum.
Menurut almarhumah Eyang, menanyakan
langsung tentang status pernikahan orang itu tidak sopan. Pertanyaan sudah
berkeluarga atau belum itu menghaluskan makna supaya orang tidak tersinggung.
Pada saat itu, saya gagal paham.
Menurut saya, tidak ada yang salah
dengan menanyakan sudah menikah atau belum. Menggunakan kata “berkeluarga”
maknanya malah menjadi kurang jelas. Berkeluarga artinya memiliki keluarga.
Bukankah hampir semua manusia di dunia memiliki keluarga? Manusia pertama pun
punya keluarga.
Pada bulan Oktober yang juga adalah
bulan keluarga di GKI Kwitang ini, saya agak terperanjat ketika seorang pendeta
juga menggugat tentang kata “berkeluarga” dalam khotbahnya. Dia berpendapat
sama seperti saya. Semua manusia itu berkeluarga. Semua manusia dilahirkan
dalam keluarga. Walaupun dalam perkembangannya mungkin dia tidak mengenal
keluarga kandungnya, tetap saja dia dilahirkan dari manusia. Manusia yang
adalah keluarganya.
Dalam tahun-tahun pertumbuhan saya,
saya sudah kehilangan kekritisan tentang kata “berkeluarga” ini. Ketika ada
orang yang menggunakannya, saya langsung dapat paham apa maksudnya, walaupun
sebenarnya tidak tepat. Saya juga agak malas membahas dengan orang yang
bertanya mengapa sampai saat ini saya belum juga “berkeluarga”. {ST}