Ana

Kamis, 29 Oktober 2015

Menulis Tentang Asap Tidak Membuat Bangga




            Saya sudah berkali-kali menulis dengan tema asap. Entah itu tulisan sesuka hati di blog ini, sampai di beberapa media nasional. Media nasional itu oplahnya ribuan dan beredar hampir ke seluruh bagian Indonesia. Seharusnya saya bangga dengan “prestasi” ini. Tidak semua orang mendapat kesempatan untuk hal itu.

            Entah mengapa, bukan kebanggaan yang saya rasakan. Malah agak-agak sedih. Itu terjadi karena saya teringat pada tanah kelahiran saya yang sedang tenggelam dalam asap, Kalimantan. Topik yang juga menjadi topik bahasan sebagian masyarakat Indonesia itu membuat saya cukup emosional.

            Tulisan saya yang terakhir dimuat di sebuah majalah anak.  Tulisan pengetahuan ini disajikan dengan ilustrasi dan warna latar abu-abu. Kesannya sangat muram untuk ukuran anak-anak kecil. Walaupun begitu, isi tulisannya berguna bagi anak-anak kecil, lo. Sudah baca? {ST}

Rabu, 28 Oktober 2015

Kekurangan Oksigen Menurunkan Kecerdasan




            Saya sedih sekali ketika tanah kelahiran saya diliputi asap. Lebih sedih karena banyak anak-anak kecil yang harus hidup dilingkupi asap. Anak-anak kecil ini tidak punya pilihan lain. Mereka tidak punya tempat mengungsi.
            Sebuah artikel yang saya baca membuat saya makin sedih lagi. Dalam artikel tersebut disebutkan kalau pekatnya asap akan memberi pengaruh pada kecerdasan anak. Anak yang sedang dalam masa pertumbuhan memerlukan nutrisi dan juga oksigen yang cukup. Kekurangan oksigen akan memengaruhi pertumbuhan otak. Otak yang kekurangan oksigen tidak akan bertumbuh dengan baik. Kecerdasan akan berkurang. Demikian kira-kira inti tulisannya.
            Penjelasan di artikel itu sangat masuk akal. Hampir semua organ di tubuh manusia memerlukan oksigen untuk tetap hidup dan bertumbuh. Demikian pula dengan otak. Pertumbuhan otak akan terhambat bila kekurangan oksigen. Nah, itulah yang sedang terjadi di tanah kelahiran saya di Kalimantan.
            Sampai sekarang, saya berharap tulisan ini salah. Tanpa asap pun, kami, orang-orang Dayak kerap dianggap tidak cerdas. Saya cukup sering mengalaminya. Saat masih sekolah dan kuliah, kerap kali orang-orang di sekitar saya heran dengan nilai pelajaran saya yang lumayan bagus. Saat sudah bekerja, ada juga yang heran mengapa saya bisa mencapai target KPI. Keheranan yang bisa dikatakan pujian sekaligus hinaan, apalagi yang ditambahi komentar, “Padahal kamu orang Dayak.”
            Selain oksigen, ada banyak faktor lain yang memberi pengaruh pada kecerdasan, misalnya gizi dan juga pembelajarannya. Semoga anak-anak di Kalimantan dapat tidak kehilanagn ekcerdasannya karena musim asap kali ini. {ST}

Selasa, 27 Oktober 2015

Makanan Jepang Murah di Aeon Mall




            Sudah lama saya ingin berkunjung ke Aeon Mall. Selain karena penasaran ingin mengunjungi tempat baru, saya juga mau bertemu dengan teman saya yang menjadi manajer di perusahaan retail yang berasal dari Jepang ini. Namun, kesempatan untuk ke sana belum kunjung tiba. Alasannya karena belum ada waktu yang pas dan lokasinya yang super jauh dari tempat saya berkegiatan biasanya.
            Kesempatan itu datang bersamaan dengan adanya acara Kidsfest 2015. Saya ke sana bersama temanteman kantor dengan menggunakan mobil kantor. Ternyata tempatnya jauuuh sekali. Lebih jauh dari yang saya bayangkan.
            Ketika tiba di sana, pusat perbelanjaan itu belum buka. Walaupun demikian, kami tetap bisa masuk melalui pintu khusus. Saya menggunakan waktu itu untuk mengamati keadaan sekitar. Saat itu saya baru tahu, Aeon itu ternyata department store yang menempati sebagian besar pusat perbelanjaan itu.
            Pada saat beberapa toko bersiap untuk membuka pintunya, kami menuju ke depan Aeon. Dari kabar yang kami dengar, di tempat ini ada banyak makanan Jepang. Saat itu, sebagian dari kami ingin makan sushi, makanan yang dirasa cocok untuk sarapan. Kami harus menunggu beberapa saat sebelum pintu gerbang dibuka.
            Ketika memasuki area toko, saya melihat toko itu sudah ramai pengunjung. Ternyata toko itu sudah beroperasi sejak pagi hari. Ada morning market. Tokonya riuh sekali. Akses ke dalam toko melewati pintu lain, yang berbatasan langsung dengan luar ruangan.
            Saya langsung saja ke tempat pajangan makanan Jepang. Di tempat ini terpajang dengaan rapi sushi dan sashimi. Ada yang satuan, ada juga yang dalam set. Setnya ada bermacammacam, dari yang isinya hanya untuk makan 1 orang, sampai untuk 4 sampai  orang. Saya membeli 1 set yang berbahan ikan salmon. Harganya cukup murah bila dibandingkan dengan yang dijual di restoran sushi.
            Selain membeli sushi dan sahimi, saya juga membeli tempura. Kalau yang ini, walaupun rasanya enak, saya cukup menyesal. Tempura yang dijual harganya bervariasi tergantung jenisnya. Saya mengambil beberapa dari gorengan itu. Rasanya enak. Namun apa yang saya ambil itu ternyata terlalu banyak untuk perut saya yang sudah terisi sushi dan sashimi. Jadinya saya tidak sanggup menghabiskannya. Inilah yang membuat saya menyesal, bukan yang lainnya. {ST}

Senin, 26 Oktober 2015

Buruh Sawit yang Kehilangan Pekerjaan




            Perkebunan kelapa sawit dituding sebagai biang munculnya asap di beberapa daeah di Kalimantan. Pada kenyataannya memang demikian juga, sih. Dalam pengusutan yang dilakukan oleh pihak-pihak berwajib, ditemukan beberapa perusahaan sawit yang dianggap bersalah.
            Perusahaan-perusahaan itu dengan segera menjadi perhatian media. Memang inilah saat yang paling tepat untuk memberitakan mereka. Para “tersangka” ditayangkan di beberapa media. Saya sempat menonton salah satu tayangannya.
            Pada tayangan yang saya lihat itu, dikatakan kalau orang-orang yang bergerombol itu adalah buruh pekerja di perkebunan sawit. Mereka kehilangan pekerjaan karena kegiatan perusahaan dihentikan. Selama ini mereka bekerja sebagai buruh harian. Nah, pekerjaan harian yang harus mereka lakukan adalah membakar lahan.
            Beberapa orang buruh yang saya lihat itu memiliki ciri-ciri fisik seperti orang-orang dari Indonesia Timur. Dalam wawancara, ada yang menyebutkan kalau mereka tidak bisa pulang karena tidak ada biaya. Dapat disimpulkan kalau dia adalah perantau yang mencari rezeki dengan menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Pendapatannya yang terbatas dan akhirnya terhenti itu membuatnya terdampar di Kalimantan.
            Melihat tayangan itu, saya jadi sadar, menghentikan tradisi musim asap di tanah kelahiran saya makin tak mudah. Tidak hanya masalah teknis yang harus diatasi, tetapi juga masalah sosial yang melibatkan banyak orang. Buruh yang didatangkan dari luar pulau membuat masalah itu makin kompleks. Semoga saja ada jalan untuk menyelesaikan masalah asap ini. {ST}

Baskom Berisi Air Garam untuk Mendatangkan Hujan (?)




            Pada saat musim asap ini, cukup banyak informasi yang beredar tentang cara mendatangkan hujan. Mulai dari yang klenik, setengah gaib, setengah ilmiah, sampai yang benar-benar ilmiah. Salah satu yang tampak ilmiah adalah meletakkan baskom berisi air garam di luar rumah.

            Pesan “baskom” ini beredar melalui sosial media. Saya juga pernah mendapatkannya. Saat itu, saya merasa ada sedikit harapan pada sebaskom air ini. Saya turut pula menyebarkannya pada beberapa kerabat. Ada yang menjawab kalau garam di rumahnya sudah habis demi melaksanakan petunjuk yang diberikan pada pesan “baskom”.

            Petunjuk yang diberikan dalam pesan itu cukup mudah. Tinggal letakkan baskom berisi air garam di luar rumah pada siang hari. Satu buah baskom mungkin tidak ada artinya, tetapi kalau dilakukan oleh banyak orang, maka air di dalam baskom akan menguap dan menjadi awan. Garam akan memudahkan air yang menguap itu mengalami kondensasi yang lalu kemudian jatuh ke bumi sebagai air hujan. Demikian yang disampaikan dalam pesan baskom itu.

            Pesan “baskom” ini pernah masuk ke akal sehat saya. Benar juga, kan, kalau jutaan orang mengeluarkan baskom berisi air, maka akan terbentuk permukaan air yang luas. Namun keraguan juga muncul. Apakah bisa permukaan air di baskom menyamai permukaan lautan? Menyamai permukaan sungai aja belum tentu, apalagi lautan penghasil uap air bahan hujan itu.

            Keraguan saya akhirnya sirna ketika saya membaca update status dari BMKG. Penjelasan yang disampaikan di akun Facebook BMKG itu menjelaskan beberapa poin tentang kemustahilan pesan “baskom” itu. Saya membagikan berita ini kepada anak-anak Indonesia melalui tulisan di bawah ini. {ST}


Popular Posts

Isi blog ini