Ana

Minggu, 06 September 2015

Klinik Ngorok




            Saya cukup terpana memandang klinik di sebuah rumah sakit khusus THT di Jakarta. Saat itu saya sedang menemani adik saya. Di papan berwarna biru itu ada tulisan “Klinik Ngorok (Sleep Apnea Clinic)”. Saya terpana karena heran, takjub, dan sedikit geli. Dengan adanya klinik ini, maka dapat dikatakan kalau ngorok adalah penyakit yang perlu disembuhkan.
            Ngorok memang menjadi masalah bagi banyak orang. Mungkin tidak terlalu bermasalah bagi orang yang mengorok. Masalahnya justru pada orang lain yang tidak mengorok. Atau lebih tepatnya pada orang yang mendengar dan terganggu karena suara ngorok itu.
            Saya adalah orang yang merasa cukup terganggu dengan adanya suara orang lain yang mengorok. Dari kecil saya sudah terbiasa tidur sendiri. Entah itu di kamar sendiri, atau tempat tidur sendiri. Sangat jarang saya berbagi tempat tidur dengan orang lain. Namun, ada kalanya saya harus berbagi ruang tidur dengan orang yang mengorok. Suara ngorok itu sangat mengganggu kenyamanan tidur saya.
            Menurut adik saya, kadang-kadang saya juga sering ngorok, terutama bila terlalu capek. Tentu saja suara ngorok itu keluar ketika saya tertidur nyenyak. Saya tidak sadar kalau tidur sambil ngorok hehehe… Seingat saya, tidur ngorok pertama kali saya adalah tidur malam setelah ikut gerak jalan waktu SMP dulu.
Menurut adik saya lagi, saya juga pernah tidur ngorok di tempat totok wajah. Sebagai adik, dia sangat malu karena suara ngorok saya itu. Lebih malu lagi karena hampir semua orang di situ menyadari kalau kami bersaudara. Kami datang bersamaan dan wajah kami kebetulan agak mirip. Apeslah nasib sang adik yang masih terjaga dan harus menahan malu itu. Hmm… Sebenarnya saya juga malu, sih.
Setelah kejadian itu, saya mencari informasi tentang ngorok. Apakah yang sebenarnya menyebabkan suara dengkuran itu. Ternyata suara itu terjadi karena adanya penyempitan aliran udara dan bernapas lewat mulut. Ngorok makin sering terjadi pada orang yang tidur telentang, apalagi sambil mangap. Risiko ngorok makin besar terjadi pada orang yang kegemukan, suka minum alkohol, dan merokok.
Saya sebenarnya lebih sering tidur dengan posisi miring ke kanan. Mungkin itu sebabnya saya tidak selalu ngorok ketika tidur. Kalaupun ngorok, tidak ada orang yang terganggu karena tidak ada orang yang terganggu. Beda halnya dengan orang yang tidur bersama orang lain. Mungkin saja pasangannya merasa sangat terganggu dan menganggap itu penyakit.
Ketika melihat ada klinik ngorok, saya jadi membayangkan orang-orang yang datang adalah pasangan. Bisa jadi sang “pasien” tidak merasa ada yang salah dengan dirinya. Dia merasa baik-baik saja karena tidak pernah tahu bagaimana suara dengkurannya itu sangat mengganggu. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini