Seorang kenalan saya mengungkapkan
pendapatnya di Facebook. Dia menyatakan kalau dia mendukung pernikahan
dilakukan sebelum mapan. Dari sepotong statusnya itu, dia menjelaskan alasannya
mendukung pernikahan diawali sebelum mapan. Pernikahan itu akan diawali dengan
perjuangan. Kalau perlu hidup numpang orang tua dulu.
Anak yang
dilahirkan dalam keluarga itu akan lahir ketika dia belum terlalu tua. Mereka
akan tumbuh dalam keterbatasan karena orang tuanya yang belum mapan. Dengan
demikian mereka akan belajar tentang perjuangan. Diharapkan orang tuanya belum
terlalu uzur ketika anak-anaknya menginjak masa dewasa.
Saya tidak
tahu apakah yang dia maksud sebelum mapan itu artinya sudah lulus sekolah atau
menjadi kaya raya dan tidak kekurangan materi. Saya juga tidak bertanya lebih
jauh. Agak-agak malas juga membahasnya. Lagipula sebenarnya itu bukanlah urusan
saya.
Kalau menikah
sebelum memiliki penghasilan, itu sih saya tidak setuju. Kok, menikah malah
menyusahkan. Terutama menyusahkan orang tua. Tanggung jawab orang tua
sebenarnya selesai ketika mengadakan hajatan pernikahan anaknya. Paling tidak
ada sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga baru yang seharusnya mandiri
itu. Cukup atau tidak cukupnya tergantung dari gaya hidup yang dipilih oleh
pasangan yang memulai kehidupan baru itu. Tidak jarang ada orang yang harus
menurunkan standar gaya hidupnya ketika menikah.
Ada juga
beberapa orang yang menikah karena “kecelakaan”. Mereka menikah karena sudah
terlanjur hamil. Demi mengikuti norma yang berlaku di negeri ini, maka biasanya
mereka dinikahkan. Di negeri ini, hampir tidak ada pilihan untuk menjadi orang
tua tunggal. Pernikahan ini biasanya dilakukan sebelum sang jabang bayi
dilahirkan ke dunia. Cukup banyak pernikahan seperti ini yang bisa bertahan
sampai maut memisahkan, namun lebih banyak lagi yang terpisah ketika ada
masalah yang tidak berhasil diselesaikan. Beberapa kenalan saya cukup banyak
yang tidak lagi hidup bersama pasangannya yang telah memberikannya anak pertama
itu.
Banyak juga pernikahan
sebelum mapan yang menghasilkan banyak anak. Karena pengetahuan atau
kepercayaan tertentu, jumlah anak dalam keluarga ini tidak dibatasi. Anak-anak
kecil itu sudah memiliki adik tak lama setelah mereka belajar berjalan. Ada
banyak anak dalam satu keluarga dengan jarak kelahiran yang berdekatan.
Masing-masing anak tidak mendapatkan cukup perhatian yang mereka butuhkan
selama masa pertumbuhan mereka.
Bila
maksudnya untuk mengajarkan anak semangat berjuang, bisa juga dilakukan ketika
ortunya sudah mapan. Itu semua tergantung pilihan orang tuanya dalam mendidik
anaknya. Kalau memberikan apa saja yang diinginkan oleh anak, maka anak akan
menjadi anak yang manja dan tidak akan bisa hidup mandiri. Masih ada pilihan
lainnya untuk mendidik anak. Membuat anak memiliki semangat juang dapat
dikondisikan dalam kehidupan dan pertumbuhannya sehari-hari.
Sampai
sekarang, saya masih berpendapat kalau pernikahan sebelum mapan itu tidak baik
dilakukan. Terutama bila ukuran mapannya berarti memiliki penghasilan sendiri
dan matang secara mental. {ST}