Isu
klorin di pembalut wanita baru-baru ini membuat saya teringat pada pembalut
kain. Pembalut ini, tentu saja bahannya kain. Bentuknya seperti sapu tangan,
atau benda yang dulunya pernah menjadi handuk. Supaya tidak bergeser, pembalut
ini dicantelkan dengan peniti.
Saya
sendiri hampir tidak pernah menggunakan pembalut seperti ini. Dari awal pertama
saya haid dan harus menggunakan pembalut, saya sudah mengenakan pembalut
pabrikan yang dijual dalam kemasan.
Walaupun
demikian, saya cukup mengenal pembalut kain ini. Salah seorang sahabat saya
adalah pengguna setianya selama bertahun-tahun. Dia memang diajarkan oleh orang
tuanya untuk mengenakan pembalut ini. Entah untuk alasan ekonomis atau alasan
lainnya, yang jelas dia menggunakannya selama bertahun-tahun persahabatan kami.
Kalau
dipikir-pikir, pembalut kain ini lebih aman dan murah dibandingkan menggunakan
pembalut kemasan pabrik. Pembalut ini bisa digunakan lagi setelah dibersihkan
dan dikeringkan. Tidak perlu membeli yang baru. Kekurangannya hanyalah tidak
praktis.
Saya
dulu pernah berniat mencobanya, namun tidak kesampaian karena saya agak takut
tertusuk penitinya. Pembalut, tentu saja diletakkan di bagian yang tidak mudah
terlihat orang lain. Kalau sampai tertusuk, Wih, enggak terbayang, deh. Sudah
kesakitan, masih belingsatan untuk memperbaikinya. Akhirnya saya tidak pernah
mecobanya sampai sekarang. Sepertinya ini juga bukanlah cita-cita yang penting
untuk dicapai. Catatan ini dibuat karena tiba-tiba teringat pada si pembalut
kain. {ST}