Ana

Rabu, 15 Juli 2015

Orang Tua yang Membuat Teringat Orang Tua




            Pasti agak bingung, kan, membaca judulnya? Saya yang mau nulisnya juga bingung, sih, maksudnya apa. Supaya enggak bingung mendingan dituliskan aja ceritanya. Yang jelas saya tahu apa yang saya rasakan dan pikirkan untuk kemudian saya tuliskan.
            Hari Sabtu, 11 Juli 2015, saya mendapat kabar kalau salah seorang tetangga saya sedang dirawat di ICU rumah sakit dekat rumah kami. Bapak yang usianya 81 tahun ini memang sudah lama terkena stroke dan tinggal di rumah saja. Dia seakan menarik diri dari kehidupan sosial. Ketika ada kenalan lain yang berkunjung ke sana, bapak ini hanya ditunggui oleh istrinya. Kenalan yang mengunjungi ini agak prihatin karena hampir setiap kali dia datang, pasangan ini hanya berduaan saja. Pasangan suami istri ini keduanya sudah lansia.
            Anak-anak dari pasangan ini sudah bertumbuh dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri. Mereka tinggal cukup jauh dari kedua orang tua itu. Tak heran kalau mereka selalu terlihat berdua. Selain mereka berdua, ada beberapa orang lain yang tinggal di rumah tua yang menjadi tempat tinggal mereka itu.
            Sakitnya sang bapak sepuh tetangga saya itu mengingatkan saya pada bapak saya sendiri. Papah juga pernah terkena stroke. Dia juga seakan menarik diri dari kehidupan sosialnya. Papah juga tinggal jauh dari anak-anaknya, termasuk saya. Saya dan keluarga harus bersyukur karena Papah sekarang menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Gaya hidup itu membuatnya lebih sehat.
            Absennya anak-anak bapak tetangga ketika dia dirawat di ICU memang membuat prihatin banyak orang. Ada beberapa orang pula yang mengecam anak-anaknya yang “tidak peduli” dengan kondisi orang tuanya. Saya menjadi agak tersentil. Saya juga hidup jauh dari orang tua saya, tetapi itu bukan berarti saya tidak peduli. Ada situasi dan kondisi keluarga kami yang membuat kami harus berpisah tempat tinggal. Situasi dan kondisi ini mungkin berbeda di setiap keluarga. Sebenarnya orang-orang lain tidak berhak “menghakimi” bila yang terjadi di keluarga lain berbeda dengan yang terjadi di keluarganya. Itu juga sebabnya saya tidak mengecam dan menghakimi absennya anak-anak bapak tetangga ini.
            Bapak sepuh tetangga saya itu akhirnya meninggal dunia pada hari Selasa, 14 Juli 2015. Saya turut merasa kehilangan. Saya datang ke rumah duka untuk mengucapkan dukacita pada keluarga yang ditinggalkan. Saya juga benar-benar mendoakan keluarga yang ditinggalkan, terutama istrinya supaya dapat menjalani kehidupannya dengan penuh harapan.
            Malamnya, saya kepikiran lagi tentang mereka, kedua orang tetangga saya yang sudah sepuh itu. Lebih tepatnya, saya teringat pada kedua orang tua saya yang sekarang tinggal di Palangkaraya. Kepikiran juga kalau terjadi sesuatu pada kesehatan mereka, kami anak-anaknya tidak ada yang berada di sana. Hmmm… {ST}

Popular Posts

Isi blog ini