Ana

Rabu, 29 Juli 2015

Marah Dibilang Mirip




            Keponakan saya wajahnya mirip dengan bapaknya. Bapaknya itu adalah kakak saya. Konon kabarnya, wajah saya mirip dengan kakak saya, bapaknya anak ini. Itu artinya wajah keponakan saya itu mirip saya. Apalagi anak itu perempuan.
            Sudah banyak orang yang mengatakan kalau wajah kami mirip. Kakak ipar saya, ibunya anak cantik ini, juga mengatakan kalau anaknya mirip saya. Setelah saya lihat-lihat di cermin, ternyata memang benar, kok. Wajah kami mirip. Paling enggak, orang yang melihat sudah bisa menebak kalau ada hubungan keluarga di antara kami.
            Suatu kali, anak cantik yang berusia 5 tahun ini mengirimkan foto selfie ke saya. Ya, kami memang sering berkirim pesan dan foto. Saya kaget sekali ketika melihat foto itu. Wajahnya sangat mirip saya, hanya yang ini versi anak kecilnya. Apalagi saat itu model rambut kami mirip.
            Saya membalas foto itu dengan kesan saya tentang betapa miripnya kami. Tak disangka, anak ini malah marah besar. Kemarahannya terlihat dari kata-kata yang dikirimkannya. Sepertinya setelah itu dia mendapat nasehat khusus dari ibunya karena kata-katanya bisa dianggap kurang sopan untuk seorang yang lebih tua.
            Saya menanggapinya dengan biasa saja. Apalagi anak ini memang pemarah. Kadang-kadang emosinya tidak terkendali. Lama-lama saya kepikiran juga, kenapa dia bisa marah, ya? Kan, memang benar kalau wajah kami mirip.
            Saya jadi teringat pada diri saya sendiri. Saya juga tidak terlalu suka bila dikatakan mirip dengan orang lain, meskipun orang tersebut adalah orang tua saya sendiri. Saya bahkan pernah ngambek karena salah seorang mantan pacar saya sering sekali mengulang-ulang kalau wajah saya mirip Papah. Omongan tentang ini, kalau 1 kali aja, sih, enggak apa-apa. Kalau berulang kali, bikin sebal. Apalagi kalau itu menjadi topik obrolan saat ngedate.
Saya juga pernah sebal karena salah seorang mantan pacar saya pernah punya pacar baru yang kata orang-orang wajahnya mirip saya. Hiiiyyyy… Kalau yang ini benar-benar enggak banget, deh. Apalagi sebelum menjadi pacar resmi, perempuan itu statusnya adalah selingkuhan.
            Ada masa-masanya saya meninggalkan begitu saja saat orang lain berbicara tentang kemiripan saya dengan orang lain. Ngeloyor pergi aja, gitu. Kalo dipikir-pikir, enggak sopan, sih. Tetapi saat itu, pergi adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan marah-marah enggak jelas. Mendingan emngerjakan kegiatan lain daripada mendengarkan orang yang berbuih-buih menjelaskan betapa miripnya saya dengan orang lain.
            Saat mengingat-ingat bagaimana saya dulunya, saya cukup memahami kemarahan keponakan kecil saya. Pasti dia mengira, dia adalah satu-satunya orang yang berwajah begitu, seperti saya dulu. Mungkin baru bertahun-tahun kemudian dia akan bisa mengerti kalau orang-orang bisa saja berwajah mirip karena faktor genetik. Ada juga yang mirip bingit alias kembar genetik. Walaupun demikian, setiap orang itu unik.
            Sampai sekarang, sebenarnya saya masih kurang suka disamakan dengan orang lain. Namun dengan bertambahnya usia, saya lebih bisa mengelola reaksi saya. Saya tidak lagi ngembek atau marah. Bisa dikatakan agak lebih bijaksana sedikitlah. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini