Baru-baru
ini dunia maya diributkan oleh berita pembalut wanita yang mengandung klorin.
Klorin itu digunakan untuk memutihkan bahan pembalutnya. Dikabarkan juga, tidak
semua merk pembalut menggunakan kapas 100%. Banyak yang mencampur bahannya
dengan serbuk entah apa dan bahan lainnya.
Berita
itu tidak hanya update status di media sosial, tapi benar-benar di media yang
bisa dipercaya. Sumbernya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Pembalut yang diteliti samplenya diambil dari pedagang eceran, agen dan jalur
distribusi lainnya. Dengan demikian bisa dikatakan, hampir semua pembalut di
jalur distribusi itu menggunakan klorin.
Berita
ini banyak disebarkan oleh teman-teman saya sesama wanita. Saya juga menjadi
tertarik membacanya karena saya adalah pengguna pembalut wanita dalam kemasan.
Saya sudah menggunakan pembalut wanita kemasan pabrik sejak pertama kali
mendapat haid. Terus terang saya agak khawatir tentang dampaknya pada diri saya.
Kekhawatiran
itu makin menjadi-jadi ketika semua merk yang disebutkan mengandung klorin itu
terdengar cukup familiar. Familiar karena saya pernah menggunakannya. Minimal,
saya pernah melihatnya di rak supermarket. Merk-merk itu memang mendominasi
pasar pembalut wanita selama ini. Saya, yang tidak terlalu loyal dengan 1 merk,
rasa-rasanya pernah menggunakan hampir semuanya.
Akhirnya
ada berita yang cukup melegakan dan mengurangi kekhawatiran saya. Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan mengatakan
penggunaan korin pada pembalut wanita memang dibolehkan. Yang dilarang penggunaan
gas klorin dalam proses pemutihan bahan baku pembalut. Hmmm…. Terus terang saya
enggak terlalu ngerti bedanya apa.
Kementrian
Kesehatan pun memastikan semua produk pembalut wanita yang memiliki izin edar
aman untuk digunakan. Ini benar-benar berita yang cukup melegakan bagi saya.
Tak terbayang rasanya hasru menggunakan pembalut kain. {ST}