Ana

Rabu, 01 Juli 2015

Hercules yang Jatuh




            Tanggal 30 Juni 2015, hari terakhir bulan Juni itu diwarnai duka. Ada sebuah pesawat Hercules yang jatuh di dekat Medan. Ratusan orang yang menjadi penumpangnya meninggal. Tidak ada yang selamat dalam kecelakaan ini.
            Saya tidak terlalu mengikuti perkembangannya. Di hari terakhir bulan Juni itu pekerjaan sedang banyak-banyaknya. Jadi saya memang sengaja tidak mengalihkan perhatian ke dunia luar. Apalagi sudah tidak ada harapan lagi untuk menemukan yang hidup. Kalaupun mengikuti kisahnya, maka yang akan didapatkan adalah kisah duka. Kisah tentang berpulangnya orang-orang yang dikasihi oleh keluarganya.
            Perhatian saya agak sedikit terarah pada musibah jatuhnya pesawat ini ketika mengetahui ada 10 orang anggota Paskhas TNI AU yang ikut tewas dalam kecelakaan itu. Saya ikut berduka dalam arti yang sebenarnya. Saya, tepatnya keluarga kami, memiliki keterkaitan tersendiri dengan Paskhas. Ingatan saya langsung kembali kepada kenangan akan keterlibatan Paskhas dan pesawat Herculesnya dalam keluarga kami.
            Kakek saya, adalah bagian dari TNI AU. Dia juga menjadi orang yang cukup berperan dalam kelahiran Pasukan Khas TNI AU  yang berbaret oranye itu. Kakek saya mendapat pangkat Marsekal Pertama dari TNI AU. Dia memiliki pakaian khas TNI AU . TNI AU juga berperan dalam pemakamannya yang dilaksanakan secara militer.
            Tidak hanya dalam pemakaman kakek saya, dalam pemakaman nenek saya pun TNI AU mengambil peran. Pasukan berbaret oranye itu terlihat dalam kedukaan dan turut memberikan penghormatan. TNI AU bahkan memberikan izin menggunakan pesawat Herculesnya untuk mengangkut jenazah nenek saya yang dimakamkan di Yogyakarta.
            Saya juga ikut dalam penerbangan Hercules itu. Itu adalah pengalaman pertama saya naik pesawat Hercules. Pengalaman itu sangat berkesan, bahkan ketika saya sedang diliputi duka seperti saat itu. Tempat duduknya ada di sepanjang dinding pesawat. Tempat duduk itu dibentuk dari jaring-jaring. Sabuk pengamannya juga. Selama duduk di situ, penumpangnya akan bergoyang-goyang mengikuti goyangan pesawat.
            Saya masih ingat, saat itu sakit maag saya sedang kumat. Entah karena saya tidak bisa makan atau karena stress ditinggal Eyang. Sebelumnya, saya sempat muntah-muntah di rumah. Sepertinya saya juga muntah di dalam pesawat. Ingatan tentang itu samar-samar.
            Biasanya, saya cukup menikmati yang namanya terbang dengan menggunakan pesawat. Namun tidak yang kali ini. Hampir sepanjang penerbangan saya memejamkan mata. Kepala saya pusing sekali. Saya bersandar pada orang sebelah saya supaya lebih enak tidurnya. Memang tidak banyak yang saya ingat dalam penerbangan itu. Mungkin karena saya memang tidak berniat mengingat-ingat dan membawa rasa duka itu terus menerus. Atau mungkin juga karena kondisi saya yang kurang sehat dan sedang dilanda duka.
            Walaupun tidak banyak yang diingat, saya tidak bisa melupakan peran Paskhas TNI AU dalam penerbangan itu. Penghormatan mereka sangat terliha pada keluarga kami. Padahal mereka, yang saat itu menjadi prajurit, mungkin belum pernah sama sekali bertemu dengan kakek saya. Dapat dilihat dan dirasakan, kalau penghormatan itu tidak hanya sekedar menjalankan tugas, tetapi juga perhatian yang tulus.
            Ketika mendengar ada beberapa Prajurit Paskhas TNI AU yang tewas, saya merasa turut kehilangan. Rasa berduka tiba-tiba saja terasa padahal saya tidak mengenal 1 pun dari mereka. Semoga saja keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan seperti yang didapatkan oleh keluarga kami. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini