Sudah
beberapa lama ini saya mau mengganti paket telepon seluler saya. Teorinya, cara
mengganti paket ini cukup mudah. Tinggal menghubungi customer service, katakana
apa yang kita inginkan, dan selesailah sudah. Tinggal menunggu hasilnya selama
beberapa waktu.
Untuk
menghubungi customer service, bisa
menggunakan teltepon dan dilakuakn di mana saja. Entah mengapa, saya justru
agak malas menggunakan fasilitas ini. Yangemmbuat saya malas adalah waktu yang
diperlukan untuk disambungkan dengan orang yang akan membantu saya mengubah
paketnya. Proses ini memerlukan waktu beberapa lama dan belum tentu tersambung.
Saya harus mengulanginya berkali-kali. Benar-benar membuang waktu saja.
Kalau hanya sekedar pencet-pencet
tombol, masih mendingan. Masih ketahuan akan ada hasilnya walaupun perlu waktu
yang lama. Kalau tergantung dengan orang lain, rasanya agak mangkel. Untuk
mencegah kemangkelan itu, biasanya saya memilih untuk datang saja ke konter
layanannya. Kebetulan sekali, konter operator seluler yang saya gunakan
letaknya tak jauh dari rute yang sering saya lewati setiap hari.
Di awal-awal bulan puasa tahun 2015
ini, saya memutuskan untuk segera mengganti paket telepon seluler saya itu.
Saya menuju ke konter operator seluler yang terletak di Sarinah, pusat
perbelanjaan paling tua di Jakarta itu. Saya mengambil nomor antrean dan duduk
di kursi yang disediakan.
Kursi yang disediakan bentuknya unik.
Joknya empuk. Namun tidak terlalu nyaman diduduki. Itu menurut saya, sih.
Mungkin karena sandaran kursinya yang terlalu landai, atau karena yang anamanya
menunggu memang tidak pernah menyenangkan. Saya tidak betah menunggu
berlama-lama di situ. Hanya dalam tempo yang singkat, saya sudah merasa bosan
duduk di situ. Yang membuat makin membosankan karena HP saya mati dan saya lupa
membawa buku. Jadi saya memang harus menunggu kalau mau dilayani.
Waktu itu hanya ada 1 orang yang
melayani di bagian customer service.
Jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah konter. Alhasil dia
harus melayani belasan orang yang mengantre untuk mendapatkan pelayanan. Dan
itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Saya yang mati gaya akhirnya
membongkar-bongkar tas. Saya memilah beberapa kertas dan bon yang sudah tidak
diperlukan lagi. Beberapa lembar di antaranya saya ubah menjadi kapal-kapalan.
Kapal-kapalan itu kemudian saya bariskan di pagar pembatas. Baru 3 kapal yang
saya bariskan, adik saya mengajak untuk makan dulu. Dengan kecepatan pelayanan
yang seperti itu, makan dulu adalah pilihan bijak yang bisa diambil. Apalagi
mengingat masih ada 10 nomor lagi menuju nomor antrean saya. Untuk mengenal
kapal-kapal yang tidak pernah berlayar itu, saya menampilkannya di blog ini. {ST}