Ana

Rabu, 24 Juni 2015

Kapal-Kapalan Ketika Antre Customer Service




            Sudah beberapa lama ini saya mau mengganti paket telepon seluler saya. Teorinya, cara mengganti paket ini cukup mudah. Tinggal menghubungi customer service, katakana apa yang kita inginkan, dan selesailah sudah. Tinggal menunggu hasilnya selama beberapa waktu.
            Untuk menghubungi customer service, bisa menggunakan teltepon dan dilakuakn di mana saja. Entah mengapa, saya justru agak malas menggunakan fasilitas ini. Yangemmbuat saya malas adalah waktu yang diperlukan untuk disambungkan dengan orang yang akan membantu saya mengubah paketnya. Proses ini memerlukan waktu beberapa lama dan belum tentu tersambung. Saya harus mengulanginya berkali-kali. Benar-benar membuang waktu saja.
Kalau hanya sekedar pencet-pencet tombol, masih mendingan. Masih ketahuan akan ada hasilnya walaupun perlu waktu yang lama. Kalau tergantung dengan orang lain, rasanya agak mangkel. Untuk mencegah kemangkelan itu, biasanya saya memilih untuk datang saja ke konter layanannya. Kebetulan sekali, konter operator seluler yang saya gunakan letaknya tak jauh dari rute yang sering saya lewati setiap hari.
Di awal-awal bulan puasa tahun 2015 ini, saya memutuskan untuk segera mengganti paket telepon seluler saya itu. Saya menuju ke konter operator seluler yang terletak di Sarinah, pusat perbelanjaan paling tua di Jakarta itu. Saya mengambil nomor antrean dan duduk di kursi yang disediakan.
Kursi yang disediakan bentuknya unik. Joknya empuk. Namun tidak terlalu nyaman diduduki. Itu menurut saya, sih. Mungkin karena sandaran kursinya yang terlalu landai, atau karena yang anamanya menunggu memang tidak pernah menyenangkan. Saya tidak betah menunggu berlama-lama di situ. Hanya dalam tempo yang singkat, saya sudah merasa bosan duduk di situ. Yang membuat makin membosankan karena HP saya mati dan saya lupa membawa buku. Jadi saya memang harus menunggu kalau mau dilayani.
Waktu itu hanya ada 1 orang yang melayani di bagian customer service. Jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah konter. Alhasil dia harus melayani belasan orang yang mengantre untuk mendapatkan pelayanan. Dan itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Saya yang mati gaya akhirnya membongkar-bongkar tas. Saya memilah beberapa kertas dan bon yang sudah tidak diperlukan lagi. Beberapa lembar di antaranya saya ubah menjadi kapal-kapalan. Kapal-kapalan itu kemudian saya bariskan di pagar pembatas. Baru 3 kapal yang saya bariskan, adik saya mengajak untuk makan dulu. Dengan kecepatan pelayanan yang seperti itu, makan dulu adalah pilihan bijak yang bisa diambil. Apalagi mengingat masih ada 10 nomor lagi menuju nomor antrean saya. Untuk mengenal kapal-kapal yang tidak pernah berlayar itu, saya menampilkannya di blog ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini