Ketika
saya kecil dulu, ada orang-orang yang berprofesi sebagai tukang foto keliling.
Mereka benar-benar tukang foto, dan benar-benar berkeliling menjajakan jasanya.
Di kompleks perumahan nenek saya di Cempaka Putih, tukang foto keliling ini
berkeliling menggunakan sepeda.
Saya
sudah lupa bunyi-bunyian apa yang mereka gunakan untuk memberi tahu khalayak
ramai tentang keberadaannya. Yang pasti kamera yang dibawanya memberikan label
bagi pekerjaannya itu. Begitu melihat orang bersepeda membawa kamera, kita
langsung bisa menebak kalau itu adalah tukang foto keliling.
Sudah
bertahun-tahun ini saya tidak pernah lagi bertemu dengan tukang foto keliling.
Padahal, saya masih tinggal di kompleks perumahan yang sama seperti
bertahun-tahun yang lalu. Entah apa yang terjadi pada mereka.
Fotografi
saat ini bukanlah sesuatu yang mewah atau susah didapatkan. Memotret dalat
dilakukan dengan ujung jari oleh diri sendiri. Mencetaknya? Hanya kalau
diperlukan saja. Kebanyakan, sih, foto-foto yang dihasilkan sekarang ini tidak
lagi dicetak. Foto-foto itu “dipamerkan” dengan mengunggahnya di media sosial.
Dengan
banyaknya saingan tukang foto keliling, sudah dapat diduga kalau penghasilan
sebagai tukang foto keliling makin menurun, mungkin tidak cukup untuk biaya
hidup. Para tukang foto keliling harus mencari penghasilan baru. Dengan
demikian pekerjaan ini makin langka dan makin lama menjadi punah. {ST}