Suatu
malam saya makan di Jalan Sabang bersama teman-teman. Kami memilih makanan sate
dan nasi goreng, makanan khas pinggir jalan di negeri ini. Tempat makannya juga
di pinggir jalan, di bawah tenda.
Kedua
jenis makanan itu biasanya baru mulai disiapkan ketika ada yang memesan. Sate
dan nasi goreng memang enaknya disantap ketika masih panas. Kami harus menunggu
beberapa saat lamanya sampai makanan itu tersaji di meja kami.
Saat
menunggu pesanan kami itu, ada pengamen yang datang untuk mencari nafkah. Yang
datang tidak hanya 1 atau 2 orang, lo. Jumlahnya banyak sekali sampai-sampai
kami berhenti menghitung. Para pengamen itu baru pergi ketika sudah ada yang
memberikan uang kecil.
Pada
beberapa pengamen yang awal, ada beberapa orang yang memberikan uang kecil di
meja kami. Lama-lama, uang kecil yang kami miliki makin berkurang. Akhirnya,
hanya 1 koin atau selembar uang yang diberikan kepada masing-masing pengamen.
Kalau ngamennya lebih dari 1 orang, ya ngasihnya 1 aja.
Akhirnya,
kami mengumpulkan setumpuk uang kecil di meja. Uang-uang itu akan digunakan
untuk “mengusir” pengamen. Dari tumpukan uang kecil di saat memesan makanan,
lama-lama menjadi berkurang. Masih tersisa 1 koin uang kecil yang teakhir
ketika kami membayar pesanan kami. {ST}