Saya
termasuk orang yang mendukung kenservasi orang utan. Primata asli Indonesia ini
keberadaannya makin langka di Indonesia. Hanya ada 2 jenis orang utan di dunia
ini, yaitu orang utan sumatra dan orang utan kalimantan. Dari namanya sudah
bisa diketahui kalau kedua jenis orang utan itu berasal dari Sumatra dan
Kalimantan.
“Kedekatan”
saya dengan orang utan karena saya berasal dari Kalimantan. Di pulau yang
hutannya pernah sangat luas ini, tinggallah orang utan. Di pulau ini bahkan ada
tempat khusus untuk orang utan bernama Tanjung Puting. Salah satu impian saya
adalah berkunjung ke tempat ini. Orang utan juga menjadi bagian masa kecil
saya.
Dulu, orang tua saya pernah
memelihara orang utan untuk sementara. Orang utan yang kami pelihara ini adalah
“barang selundupan” yang ketahuan. Orang utan itu kami beri nama Pongi. Orang utan
ini kemudian dipindahkan ke tempat rehabilitasi untuk kemudian dilepasliarkan.
Kedekatan saya dengan orang utan ini
membuat saya selalu memberi perhatian pada berita orang utan. Saya juga
mendukung beberapa gerakan konservasi orang utan. Dukungan itu sering saya
tunjukkan dengan share info di media sosial yang saya miliki.
Terlalu sering memberikan dukungan
pada orang utan itu membuat saya mendapat kritik dari seorang kenalan saya.
Katanya saya lebih peduli dengan orang utan daripada orang-orang Kalimantan
yang di hutan. Kritikan itu sebenarnya juga ditujukan pada orang-orang di luar
negeri yang dengan rela memberikan sumbangan cukup besar untuk pelestarian
orang utan namun tidak memberikan sama sekali untuk kesejahteraan manusia yang
menghuni tanah yang sama dengan orang utan.
Baru akhir-akhir ini saya merasa
tersentil untuk peduli pada orang-orang yang tinggal di hutan. Itu karena buku
Sokola Rimba yang ditulis oleh Butet Manurung. Butet mengabdikan hidupnya untuk
Orang Rimba di Sumatra. Orang-orang Rimba ini memiliki gaya hidup yang berbeda
dengan kebanyakan orang seperti saya ini.
Setelah selesai membaca buku itu,
saya rasa di Kalimantan juga ada orang-orang yang cara hidupnya seperti itu.
Orang-orang yang menggantungkan kehidupannya pada hutan. Mungkin ada beberapa
yang masih ada hubungan keluarga dengan saya. Selama ini, saya tidak pernah
memikirkan mereka.
Beberapa kali juga saya dengan
sengaja mencari dokumenter kehidupan orang-orang yang tinggal di hutan
Kalimantan. Ada yang hidupnya nyaman karena dipelihara oleh alam. Ada juga yang
hidupnya miskin, merana dan sakit-sakitan. Saya juga merana melihat wajah khas
mereka yang juga terlihat mirip dengan wajah saya sendiri. Jangan-jangan kami
masih bersaudara.
Saat ini, saya belum bisa berbuat
banyak untuk orang-orang merana yang tinggal di pedalaman Kalimantan. Keprihatian saya bisa dikatakan baru sebatas
omdo. Omong doang. Belum ada karya nyata saya untuk mengubah keadaan menjadi
lebih baik. {ST}