Suatu
hari, saya berbincang-bincang dengan sepasang suami istri setengah baya yang
saya kenal di gereja. Biasanya, saya hanya mengobrol basa-basi atau seputar
pelayanan yang kami lakukan bersama. Kali ini, kami ngobrol lebih banyak. Itu
karena ada banyak waktu.
Dalam
beberapa menit pertama, kami sudah ngomongin orang. Hmm… tepatnya kejelekan
orang yang sama-sama kami kenal. Lama-lama kejelekannya makin bertambah. Saya,
yang sebenarnya tidak terlalu mengenal orang yang dibicarakan itu, lebih banyak
mendengarkan.
Perbincangan
beralih ke orang lainnya. Topiknya, lagi-lagi kejelekannya. Topik ini berulang
lagi ketika kami membicarakan orang yang lain lagi. Lama-lama saya jadi enggak
betah sendiri. Saya pun jadi berprasangka sendiri, kalau dia selalu
menjelek-jelekkan orang yang dia kenal, mungkin saja, kan, dia
menjelek-jelekkan saya di depan orang lain.
Akhirnya,
saya memilih meninggalkan pasangan ini. Saya agak khawatir kalau ketularan jadi
suka ngomongin kejelekan orang. Selain itu, saya juga ada kegiatan lain di
waktu yang bersamaan. Kebiasaan ini sama sekali tidak produktif dan tidak ada
gunanya.
Ketika
saya menuliskan kegundahan saya di halaman ini, saya merasa kalau saya sudah “ketularan”.
Catatan curhat kegundahan ini, kan, ngomongin orang. Saya ngomongin pasangan
itu di belakang mereka. Nanti kalau ada kesempatan, mungkin saya akan ngomongin
mereka langsung ke orangnya. {ST}