Ana

Minggu, 03 Mei 2015

Mengumbar Emosi di Jalan Raya


            Seorang teman saya baru belajar menyetir mobil. Makin sering berlatih, makin ahlilah dia menguasai kendaraan di jalanan Jakarta yang padat dan kadang kala tidak ramah itu. Namun, ada kalanya dia menjadi terpancing emosinya ketika bertemu dengan kelakuan tidak berkenan dengan pengguna jalan lainnya.
            Saya dulunya juga sering marah dan kesal karena pengguna jalan lainnya. Yang paling mengesalkan adalah kelakuan pengemudi kendaraan umum bernama bajaj, angkot dan metromini. Saya sering melampiaskan kekesalan saya itu dengan marah-marah dan mengomel sendiri.
            Ketika banyak orang yang melakukan hal yang sama, saya merasa tidak sendirian. Marah-marah dan mengomel itu cukup manusiawi, kok. Saya juga memaklumi saja kalau ada orang yang marah-marah karena jalannya diserobot oleh orang lain atau terjebak kemacetan yang.
            Akhir-akhir ini, dengan makin bertambahnya usia, saya sudah jarang lagi marah-marah dan mengomel. Ini bukan karena saya pasrah dengan keadaan jalan, lo. Itu lebih karena kesadaran kalau marah-marah tidak membuat keadaan lebih baik. Biasanya saya mencari kesibukan lain. Entah itu memantau HP, memotret jalanan, atau mengarang. Ya, mengarang. Saya sekarang adalah seorang pengarang. Dan waktu mengarang yang paling produktif adalah ketika saya sedang sendirian. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini