Ana

Rabu, 20 Mei 2015

Harus Tega Buang Barang




            Pertengahan bulan Mei 2015, kantor tempat saya numpang berkarya pindah. Bukan berarti saya pindah kerja, lo. Perpindahan ini hanya perpindahan tempat dari lantai 4 ke lantai 3. Fasilitas dan lain-lainnya sama. Kami akan digabungkan dengan redaksi media lainnya yang sejenis.
            Perpindahan itu tidak menjadi suatu masalah bagi saya. Di mana pun saya ditempatkan, saya tetap bisa berkarya. Tinggal memindahkan peralatan kerja dan beberapa perlengkapan prbadi, saya pasti akan bisa langsung bekerja seperti biasanya.
            Bagi beberapa teman saya, yang sudah menjadi pegawai di tempat ini selama bertahun-tahun, barang-barangnya bertumpuk. Tumpukan barang itu mungkin awalnya tidak diniatkan untuk ditumpuk. Tetapi tetap saja, barang yang tidak bisa habis dan tidak bisa busuk itu menjadi bertumpuk.
            Ketika waktu kepindahan semakin dekat, teman-teman saya itu harus memilih dan memilah barang apa saja yang akan mereka bawa ke tempat yang baru. Beberapa barang itu harus dibuang. Banyak yang merasa sayang dengan barang-barang “lucu” yang belum tentu ada gunanya itu. Saya bersyukur tidak harus merasakan hal yang sama. Barang-barang tumpukan saya belum sebanyak itu. Dan, saya cukup tega membuang barang yang tidak ada gunanya lagi buat saya.
            Lain halnya dengan di rumah. Baru-baru ini, adik yang yang paling rapi melakukan acara beres-beres di rumah. Dia membongkar lemari di lantai atas rumah kami. Fungsi utama lemari ini adalah tempat TV. Di sekelilingnya ada beberapa pintu lemari dan laci-laci. Lemari ini ternyata berisi cukup banyak benda elektronik, CD dan buku.
            Benda-benda elektronik yang ada di lemari itu adalah alat-alat pemutar musik. Ada yang untuk video kaset, ada yang khusus untuk laser disc, untuk CD, untuk DVD, dll. Hampir semua alat-alat itu masih bisa berfungsi, namun tidak digunakan lagi. Teknologi sudah bergeser. Kami sudah tidak lagi menonton video kaset atau VCD.
            Benda-benda elektronik yang dulunya pernah berguna itu, sekarang sudah tidak ada gunanya lagi. Barang-barang itu telah menjadi sampah. Sebaagai sampah, tentu saja barang-barang itu seharusnya dibuang di tempat sampah. Nah, membuangnya inilah yang perlu perjuangan.
            Yang perlu diperjuangkan bukanlah susahnya membawa barang –barang itu ke tempat sampah. Yang menjadi dilema adalah menentukan suatu barang termasuk sampah atau bukan. Kalau dari rusak atau tidaknya, kemungkinan barang itu bukanlah sampah. Namun dari keusangan dan trennya, barang itu bisa dikatakan sebagai sampah. Untuk memilahnya diperlukan ketegaan dan ketegasan sikap.
            Terlalu lama mengenal sesuatu membuat kita makin terikat padanya, entah itu berguna atau tidak. Itu juga berlaku untuk barang-barang usang yang menjadi tumpukan. Mau dibuang, rasanya sayang. Mau disimpan, hanya membuat penuh dan belum tentu ada gunanya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini