Ana

Jumat, 29 Mei 2015

Dirgahayu Kalteng: Pembangunan Jalan Tangkiling




            Salah satu prestasi terbesar pemerintahan awal di Kalimantan Tengah adalah jalan raya dari Palangkaraya ke Tangkiling. Prestasi ini makin dikenang karena kualitas jalannya yang baik. Sebelumnya, Palangkaraya – Tangkiling dihubungkan (atau dipisahkan) oleh hutan lebat dan rawa gambut yang luas. Jalan sepanjang 34 km ini dibuat dengan bantuan teknologi dari Rusia. Tak heran kalau jalan ini dikenal juga dengan nama Jalan Rusia.
            Saat ini, jalan raya Palangkaraya – Tangkiling memiliki nama resmi. Namanya Jalan Tjilik Riwut. Panjangnya tidak hanya sampai ke Tangkiling. Jalan Tjilik Riwut terbentang dari Palangkaraya sampai Sampit di Kabupaten Kotawaringin Timur.
            Bisa dimaklumi kalau jalan ini dinamakan Tjilik Riwut. Ia adalah orang yang menggagas jalan ini. Jalan ini dibuat pada masa kepemimpinannya sebagai gubernur. Hmmm… Berdasarkan sumber yang cukup bisa dipercaya, sebenarnya Tjilik Riwut kurang berkenan namanya dijadikan nama jalan. Apalagi pemberian nama jalan itu diberikan ketika ia belum meninggal.
            Membuat ruas jalan dari Palangkaraya ke Tangkiling bukanlah hal yang mudah. Perlu peralatan dan teknologi canggih untuk membuka hutan dan membuat jalan yang stabil di tanah rawa. Adalah keputusan yang tepat untuk bekerja sama dengan para insinyur dari Rusia pada saat itu. Teknologi Rusia sudah berpengalaman membuat jalan darat yang panjang untuk wilayahnya yang luas itu. Pendapat saya ini tidak hanya karena saya cucunya sang penggagas jalan, lo. Itu juga karena pengetahuan yang saya dapat di kelas kuliah teknik sipil bertahun-tahun yang lalu.
            Pembuatan ruas jalan Palangkaraya – Tangkiling itu memerlukan waktu bertahun-tahun. Selain karena medannya yang masih tertutup hutan, para pembangun jalan juga harus menyelesaikan masalah gambut. Gambut adalah materi yang sangat tidak stabil sebagai tempat membangun sesuatu. Mereka mengeruk lapisan atas gambut, kemudian menggantinya dengan susunan batu dan materi padat lainnya. Agak berbeda dengan teknik cepat menggunakan cerucuk yang sering digunakan di tahun-tahun setelah itu. Teknik ini lebih mudah dilakukan, cepat pengerjaannya, cepat pula rusaknya.
            Rencana awalnya, akan ada jalan darat yang menghubungkan kota-kota di tengah pulau dengan pelabuhan. Jalan Palangkaraya – Tangkiling adalah bagian dari rencana itu. Pembangunan jalan ini hanya sampai di Tangkiling karena bergesernya kebijakan pemerintah kita. Ketika presiden berganti, orang jadi alergi dengan segala hal yang berbau Rusia karena diduga berkaitan dengan ideologi tertentu. Dengan demikian, pembangunan jalan ini pun dihentikan. Gitu, deh, kalau teknologi dianggap sama dengan ideologi. Teknologi Rusia ini tidak lagi digunakan. Maka dimulailah era teknologi instan di negara ini. Entah dari mana asalnya teknologi yang membuka banyak peluang untuk korupsi itu.
            Saya tidak tahu mengapa ruas jalan yang dipilih adalah ke Tangkiling, bukan ke arah lain. Ke hulu Sungai Kahayan misalnya. Mungkin karena lalu lintas ke daerah ini memang diperlukan, atau juga karena susahnya akses melewati sungai. Atau juga karena jalan ini adalah jalan yang cukup sering dilalui oleh sang gubernur pertama, Tjilik Riwut.
Bertahun-tahun sebelumnya, Bapak Tjilik Riwut telah berkali-kali melewati jalan ini dengan berjalan kaki. Perlu waktu 2 hari untuk menempun perjalanan yang saat ini bisa dicapai dalam waktu tidak sampai 1 jam menggunakan mobil itu.
Ketika melihat foto tua di mana Bue sedang bergaya di depan mesin-mesin yang ada crane-nya, saya sudah bisa menebak kalau yang dibangun adalah jalan menuju Tangkiling itu. Dia memang memantau langsung pembangunan jalan itu. Bue terlihat nampang dengan celana pendek di depan salah satu mesin. Kira-kira saat itu dia tahu enggak, ya, kalau jalan yang saat itu dibangunnya itu akan menyandang namanya? {ST}

Popular Posts

Isi blog ini