Hari
Selasa sore tanggal 28 April 2015, saya merasa mata saya sangat berat. Mengapa
demikian? Tentu saja karena mengantuk. Saya akhirnya menyerahkan kesegaran mata
saya kepada kafein. Saya minum kopi. Nah, ini dia yang menjadi awal ceritanya.
Kopi
itu membuat saya tetap waspada selama perjalanan. Saat itu saya mengemudikan
mobil dari Kebon Jeruk ke Pancoran. Perjalanan dengan menempuh kemacetan itu
saya lewati dengan siaga. Mata cerah dan segar. Begitu pula pertemuan malam
itu, saya bersemangat dan tidak ngantuk.
Kewaspadaan
itu berlanjut sampai tiba kembali di rumah. Dengan bersemangat saya menyusun
rencana saya untuk mencapai cita-cita saya. Sampai akhirnya tengah malam pun
tiba. Saya harus segera tidur supaya bisa bangun dengan segar esok paginya.
Namun, mata tak kunjung mengantuk. Akhirnya saya membuka situs berita.
Sebenarnya,
saya sudah berkali-kali berjanji pada diri saya sendiri untuk tidak membuka
situs berita beberapa saat ketika mau tidur. Itu karena berita yang dikabarkan
di situs berita kebanyakan tidak baik. Berita yang apabila dibawa ke alam mimpi
akan menjadi mimpi buruk. Namun, berkali-kali saya melanggar janji saya ini.
Berkali-kali pula saya menyesal. Termasuk yang kali ini.
Tanggal
28 April 2015 tengah malam, adalah waktunya persiapan eksekusi 9 orang
terpidana mati. Berita itulah yang beredar di linimasa situs berita. Walaupun
tidak ada pewarta yang diperbolehkan meliput, berita itu tetap bisa dituliskan.
Pikiran
saya langsung terbayang kepada mereka yang menantikan ajalnya tiba itu. Sudah
pasti mereka akan ketakutan. Saya juga membayangkan regu tembak yang ditugaskan
menghabisi nyawa mereka. Apa yang kira-kira mereka pikirkan? Apakah mereka akan
bangga karena menembak mati penjahat? Atau mereka merasa bersalah karena
menghilangkan nyawa sesamanya?
Berita-berita
itu membuat pikiran saya berkelana tak beraturan. Kadang-kadang menjadi cerita
seram penuh teror, kadang-kadang menjadi negeri aman damai tidak ada hukuman
karena tidak ada kejahatan. Melanggar janji tak membaca berita jadi membuat
diri tersiksa. Malam itu, saya tidak bisa tidur sampai pukul 2 dini hari. Akhirnya
saya berdoa, meminta kepada Tuhan untuk diberi ketenangan. Tuhan yang maha baik
ternyata mengabulkannya. Saya dapat beristirahat dengan tenang. {ST}