Hari
ini saya membaca sebuah artikel tentang sebuah keluarga yang tergolong miskin.
Mereka tinggal di sebuah pondok sederhana di dalam hutan di Bukit Putih, Kelurahan Aplasi, Kecamatan Kota Kefamenanu,
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur.
Bapak
Barnabas dan Ibu Benedikta ini memmiliki 9 anak dengan beda usia yang tidak
jauh. Anak pertamanya, Maksimus, berusia 17 tahun. Anak lelaki pertama ini
terpaksa putus sekolah karena kurang biaya. Walaupun demikian, Pak Barnabas
tahu dan sadar akan pentingnya pendidikan. Pak Barnabas berusaha menyekolahkan
semua anaknya yang memasuki usia sekolah.
Pak
Barnabas tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
Pak Barnabas harus mencari penghasilan dengan pekerjaan serabutan. Pak Barnabas
dan Maksimus juga mengumpulkan kayu-kayu kering untuk dijual kepada yang
memerlukan. Anak-anak lainnya menjual sayur-mayur yang ditanam di halaman
rumah.
Rumah
mereka tidak besar, luasnya hanya 2,5 x 3 meter persegi. Tidak lebih besar
dibandingkan dengan kamar tidur saya. Di dalam rumah ini ada 2 tempat tidur
yang mereka gunakan bersama. Satu tempat tidur beralas kasur tua, satunya lagi
beralas karung. Bayangkan saja, ada 11 orang di dalam ruang sekecil itu.
Kehidupan
mereka tidak mudah, sangat memprihatinkan malah. Namun, Pak Barnabas tidak
bermental miskin,lo. Dia dan keluarganya masih bisa bersyukur atas keadaannya
itu. Semoga Pak Barnabas dan keluarganya selalu dicukupkan dan mendapatkan
berkat untuk terus menjadi berkat. {ST}