Akhir
minggu di bulan Maret 2015 ada pemakaman orang-orang yang cukup terkenal.
Orang-orang ini dimakamkan tentu saja karena meninggal. Ada Olga Syahputra,
seorang presenter terkenal di tanah air. Ada juga pemakaman Lee Kwan Yew,
mantan perdana menteri Singapura.
Seperti
umumnya upacara pemakaman,s elalu ada euologi, ucapan kenangan dari orang yang
ditinggalkan. Kenangan itu pula yang membanjiri media massa tentang kedua orang
terkenal itu.
Kerabat
dan kenalan saya banyak yang membicarakan tentang Olga. Saya? Saya hanya
mendengarkan tanpa banyak menimpali. Saya memang kurang menyukai penampilan
Olga yang berwujud pria itu. Saya bukan penggemarnya. Saya hampir selalu
mengganti saluran TV bila melihatnya ada di layar kaca. Saya tidak tahu dia
sakit apa, berapa lama, siapa saja temannya dan mengapa dia bisa dirawat begitu
lama di RS. Tak heran ketika banyak orang yang membicarakannya, saya jadi agak
kagok, bingung dan canggung. Saya juga kurang tertarik dengan kabar
pemakamannya atau kembalinya jenazahnya ke tanah air. Anehnya, saya tidak
merasa perlu untuk mencari tahu. Saya rasa yang terjadi memang sudah seharusnya
terjadi.
Lain
halnya ketika Lee Kwan Yew meninggal. Saya turut merasa kehilangan. Padahal
saya juga enggak kenal dengan mantan perdana menteri Singapura itu. Paling
tidak, saya kenal namanya. Namanya menjadi bagian pelajaran hapalan jaman SD
dulu. Menghapalkan namanya cukup mudah karena kedudukannya tidak berganti lama
sekali. Macam menghapalkan nama Presiden Soeharto gitu, deh. Namanya hanya
sepanjang itu, jabatannya presiden RI. Lee Kwan Yew adalah PM Singapura.
Di
blog ini saya menuliskan beberapa catatan terkait dengan Lee Kwan Yew.
Kekaguman saya kepada orang ini tidak dapat disembunyikan. Saya memburu
beritanya di media online. Saya juga memantau prosesi pemakamannya di TV. Untuk
orang terkenal yang satunya lagi, entah mengapa saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya bisa berdoa semoga warisan dan
pengaruh baik yang mereka tinggalkan bisa berguna bagi orang lain. {ST}