Ketika
ditanya tentang impian, banyak orang yang tidak bisa menjawab. Entah karena
tidak punya impian atau tidak terbiasa memiliki impian karena sangat susah
bermimpi. Ada juga yang takut memiliki impian belum pernah terwujud. Kalau
saya, saya sudah punya impian. Impian itu sudah menjadi sebuah daftar yang sangat panjang. Daftar impian ini sudah saya
buat sejak saya berkantor di lantai 12 sebuah perusahaan retail bertahun-tahun
yang lalu.
Banyak
dari impian itu yang saat ini sudah tercapai. Rupanya Tuhan sudah berbaik hati
pada saya dengan memberikan jalan. Saya tentu saja sangat bersyukur atas
kesempatan ini dan tidak menyia-nyiakannya.
Dari
semua impian yang saya buat daftarnya itu, ada yang biasa-biasa aja. Paling
enggak biasa menurut pandangan kebanyakan orang. Sesuatu yang saat itu, saat
saya menulisnya, belum bisa saya capai. Banyak impian yang sederhana itu telah
menjadi kenyataan.
Pada
sebuah seminar kepemimpinan, pandangan saya tentang impian sedikit berubah.
Hmm…enggak berubah juga sih sebenarnya. Lebih tepatnya bertambah.
“Impian adalah sesuatu yang membuat
kita menangis. Impian adalah sesuatu yang membuat kita tidak lagi merasa malu
atau takut untuk mencapainya.” Itu adalah yang saya ingat dari pembicara yang
namanya sudah agak saya lupakan. Ssst…saya harus lihat “contekan” dulu, siapa
nama pembicara itu. Walaupun tidak ingat namanya, kata-katanya masih teringat
sampai sekarang, sampai saya menulis catatan ini.
Hampir
semua impian yang pernah saya tuliskan, tidak membuat saya menangis. Entah karena
saya yang tidak mudah menangis, atau karena saya belum menemukan sesuatu yang
membuat saya menangis. Kalau saya belum mencapainya, saya rasa karena memang
belum waktunya atau saya yang kurang berusaha. Paling enggak, itu yang ada
dalam pikiran saya selama ini.
Pembicara
seminar itu membuat saya teringat. Ada sesuatu yang membuat saya menangis,
yaitu membahagiakan orang tua. Ini cukup mengagetkan bagi saya sendiri
mengingat saya tidak dekat dengan orang tua selama tumbuh besar. Ada kalanya
saya sangat jengkel dengan harapan orang tua saya yang menurut saya seenaknya
saja tanpa memikirkan anaknya. Membahagiakan orang tua hampir tidak pernah
masuk dalam daftar impian saya. Impian saya adalah memenuhi impian orang tua
saya yang belum tercapai. Apa sajakah impian itu? Nanti aja, ya, share-nya kalau impiannya sudah
tercapai. {ST}