Ana

Selasa, 10 Maret 2015

Ibu Penyapu Jalan yang Kena Omel Papah




            Palangkaraya termasuk kota yang bersih (menurut penglihatan saya). Paling tidak di tempat saya tinggal hampir tidak ada yang sampah tergeletak sembarangan. Di rumah kami, ada lobang khusus yang digunakan untuk membuang sampah organik. Bila lobang ini sudah penuh, maka akan ditimbun dengan tanah.
            Kebersihan itu juga terlihat di jalan-jalan protokol kota. Para penyapu jalan menyapu ruas-ruas jalan ini setiap hari. Dengan berbaju oranye khas penyapu jalan, mereka membersihkan jalan dengan sapu lidinya. Penyapu jalanan di Palangkaraya yang saya lihat kebanyakan adalah ibu-ibu.
            Tanggung jawab mereka adalah menjaga jalan tetap bersih. Kotorannya dibuang ke mana, sepertinya tidak terpikirkan. Mungkin karena itulah ada yang membuang sampah jalanan ke halaman rumah yang ada di jalan itu. Salah satu halaman yang pernah menjadi tempat pembuangan adalah rumah kami.
            Papah, pemilik rumah dan juga penguasa halaman rumah, kebetulan pernah melihat ibu penyapu jalan itu menyapu daun-daun ke halaman rumah kami. Papah menegur, atau tepatnya memarahi ibu penyapu jalan yang dia anggap seenaknya saja ini. Ibu penyapu jalan itu dengan bawelnya membalas dengan omelan.
            Kebawelan si ibu penyapu jalan membuat Papah bertambah marah. “Sudah salah, kok, bawel,” mungkin itu yang ada di pikiran Papah. Papah sampai pernah mengancam akan mengadukan ibu penyapu jalan ini kepada atasannya. Baru kemudian hari saya tahu bahwa ibu itu memang bawel dari sononya.
            Tak disangka, ibu penyapu jalan ini ternyata berasal dari Katingan, daerah asal kakek saya. Kalau dirunut-runut, sepertinya kami masih memiliki hubungan kerabat. Hubungan itu membuat Mamah menyambut dengan ramah ibu tukang sapu ini dengan baik di rumahnya. Nah, masalahnya rumah Mamah sama dengan rumah Papah, orang yang pernah memarahi ibu penyapu jalan itu.
            Ibu penyapu jalan yang memang bawaannya bawel itu, mengadu ke Mamah tentang seorang pria galak yang pernah memarahinya ketika menyapu jalan di depan rumah.
            “Itu suamiku,” kata Mamah ketika mendengar pengaduan si ibu penyapu jalan. Mendengar hal itu, ibu penyapu jalan sepertinya berkurang rasa kesalnya.
            Ketika Natal tiba, ibu penyapu jalan ini datang ke rumah kami untuk mengucapkan selamat hari raya. Dia datang beramai-ramai dengan teman-temannya, sesama penyapu jalan. Rumah kami mendadak dipenuhi ibu-ibu berpakaian oranye.
            Kedatangan mereka diramaikan dengan keriuhan khas ibu-ibu. Ngobrol ngalor ngidul kesana kemari. Saat itulah saya baru tahu kalau ibu ini memang bawaannya bawel. Kan, memang ada orang yang seperti itu. Apa saja menjadi bahan omongan. Kebawelannya makin bertambah spektakuler karena nada suaranya yang cempreng.
            Adik saya, seorang anak bersuara cempreng, bahkan sampai pusing mendengar kebawelan dan kecemprengan suara ibu itu. Adik saya sangat lega ketika ibu penyapu jalan dan teman-temannya itu berpamitan pulang.
            Saya sampai sekarang masih teringat akan kedatangan mereka. Suara obrolannya rasanya masih mendengung ketika mengingat peristiwa itu. Bisa dikatakan kunjungan mereka menimbulkankesan tersendiri bagi saya. Yang jelas, saya terkesan dengan niat baik mereka untuk mengucapkan selamat Natal. Sebagian dari mereka, terlihat dari pakaian yang mereka gunakan, tidak memeluk agama yang sama dengan kami.
Mamah membawakan mereka cukup banyak makanan ketika mereka berpamitan. Mereka bersyukur mendapatkan berkat dari kunjungan ke rumah kami. Kami juga bersyukur dapat mengurangi aneka makanan yang akan rusak dan dibuang bila tidak dimakan. Semoga saja mereka tetap semangat menjaga kebersihan kota cantik Palangkaraya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini