Budaya
baca di Jepang adalah salah satu hal yang saya kagumi. Konon kabarnya, penduduk
negeri ini membaca hampir di mana saja. Membaca membuat pengetahuan mereka
lebih berkembang. Hasilnya, banyak inovasi yang dihasilkan oleh penduduk negeri
ini.
Kalau
dipikir-pikir, negara tempat saya emnjadi warganya ini bisa menjadi lebih
unggul. Walaupun pernah dijajah dan dijarah habis-habisan, bangsa kami
mendapatkan kemerdekaannya melalui kemenangan, bukan hancur luluh lantak oleh
bom atom.
Budaya
membaca di Jepang itu semakin dipupuk dengan adanya perpustakaan yang lengkap
dan canggih. Mengunjungi perpustakaana dalah hal yang biasa dan cukup bergaya
di sana. Kalau di sini, seperti kongkow di mall gitu, deh. Budaya membaca juga
diwajibkan di sekolah dengan mewajibkan semua murid membaca sebelum pelajaran
dimulai. Budaya membaca, yang semula dipaksakan itu, sekarang sudah berlangsung
puluhan tahun. Bangsa Jepang tinggal memetik buah dari kebiasaan ini.
Agak
berbeda dengan di Indonesia, orang yang suka membaca sering dijadikan bahan
ledekan. Kutu buku adalah julukan yang melekat pada orang yang kemana-mana
membawa buku. Saya adalah salah satu orang yang sering diledek sebagai kutu
buku. Saya, sih, tidak terlalu mempersoalkan julukan ini. Kegemaran saya
membaca lebih banyak gunanya dibandingkan dengan sakit hari karena julukan yang
tanpa makna.
Sampai
sekarang, saya masih tetap setia kampanye supaya lebih banyak lagi orang yang
gemar membaca. Saya memasuki dunia media dengan tulisan untuk dibaca sebagai
produknya. Saya juga sering ikut dalam kegiatan yang menggalakkan baca membaca.
Saya juga menjadi penjaga perpustakaan dan sedang berusaha mengalihkan asetnya
ke dalam bentuk digital.
Sesuatu yang sanagt saya syukuri
adalah anak-anak kecil yang saya kenal kebanyakan suka membaca. Mereka membaca
dan mengingat apa yang tertulis di dalamnya. Bukankah itu sesuatu yang keren?
Semoga ke depannya anak-anak bangsa kita bisa menghasilkan inovasi yang enggak
kalah sama Jepang. {ST}