Ana

Selasa, 31 Maret 2015

Pemakaman Lee Kwan Yew




            Lee Kwan Yew yang wafat tanggal 23 Maret 2015 yang lalu akhirnya dimakamkan setelah 6 hari disemayamkan. Pada saat peti jenazahnya dibawa dengan mobil bak kaca, puluhan ribu orang berdiri di sepanjang jalan sambil membawa bendera negaranya.
Selama disemayamkan, puluhan ribu orang Singapura datang utnuk memberikan penghormatan terakhir kepada bapak pendiri bangsanya ini. Untuk dapat memberikan penghormatan di depan jenazah, orang yang datang harus antri berjam-jam di luar ruangan tanpa atap. Setiap orang yang memberikan penghormatan, diberikan waktu hanya 10 detik untuk mengekspesikan dirinya. Waktu yang diberikan itu sama saja bagi orang biasa maupun pejabat dan orang-orang VIP.
Ketika hari pemakaman tiba, hujan lebat turun dari pagi. Namun hujan lebat itu tidak menyurutkan niat warga untuk turut mengantarkan Lee Kwan Yew ke tempat peristirahatannya. Warga Singapura, baik tua, muda, laki-laki maupun perempuan, tetap setia di pinggir jalan. Mereka menggunakan payung dan jas hujan supaya terlindung dari hujan. Beberapa orang petugas membagikan minuman kepada orang yang berkumpul itu.
Terus terang saya sangat terharu ketika melihat pengorbanan mereka untuk memberikan penghormatan terakhir itu. Orang-orang Singapura dikenal sangat menghargai waktu itu mau “membuang waktu” untuk memberi penghoramtan kepada Lee Kwan Yew.
“Kami sekarang menikmati apa yang dulu dia lakukan. Hidupnya untuk Singapura,” itu adalah komentar beberapa orang yang diwawancarai. Komentar mereka membuat saya benar-benar terharu.
Hidup Lee Kwan Yew sangat sederhana. Dia memang mempersembahkan hidupnya untuk negaranya. Warga negara Singapura yang dulunya miskin, hmmm… hampir sama lah kaya negara tetangganya, Indonesia. Sekarang pendapatan per kapita warga negara Singapura adalah yang tertinggi di dunia. Hampir seluruh penduduknya memiliki tempat tinggal sendiri. Dengan keadaan yang semakmur itu, memang tidak mungkin rasanya ada orang Singapura yang tidak bersyukur kalau negaranya memiliki seorang Lee Kwan Yew.
            Perjalanan Lee Kwan Yew berakhir di krematorium. Jasadnya dikremasi dan akan menjadi abu. Upacara kremasi itu berlangsung tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat. Saya sih berharap, semoga ada juga orang yang seperti itu di Lee Kwan Yew. {ST}

Festival Lampion #31





Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #59





Pemakaman Orang Terkenal di Akhir Minggu


            Akhir minggu di bulan Maret 2015 ada pemakaman orang-orang yang cukup terkenal. Orang-orang ini dimakamkan tentu saja karena meninggal. Ada Olga Syahputra, seorang presenter terkenal di tanah air. Ada juga pemakaman Lee Kwan Yew, mantan perdana menteri Singapura.
            Seperti umumnya upacara pemakaman,s elalu ada euologi, ucapan kenangan dari orang yang ditinggalkan. Kenangan itu pula yang membanjiri media massa tentang kedua orang terkenal itu.
            Kerabat dan kenalan saya banyak yang membicarakan tentang Olga. Saya? Saya hanya mendengarkan tanpa banyak menimpali. Saya memang kurang menyukai penampilan Olga yang berwujud pria itu. Saya bukan penggemarnya. Saya hampir selalu mengganti saluran TV bila melihatnya ada di layar kaca. Saya tidak tahu dia sakit apa, berapa lama, siapa saja temannya dan mengapa dia bisa dirawat begitu lama di RS. Tak heran ketika banyak orang yang membicarakannya, saya jadi agak kagok, bingung dan canggung. Saya juga kurang tertarik dengan kabar pemakamannya atau kembalinya jenazahnya ke tanah air. Anehnya, saya tidak merasa perlu untuk mencari tahu. Saya rasa yang terjadi memang sudah seharusnya terjadi.
            Lain halnya ketika Lee Kwan Yew meninggal. Saya turut merasa kehilangan. Padahal saya juga enggak kenal dengan mantan perdana menteri Singapura itu. Paling tidak, saya kenal namanya. Namanya menjadi bagian pelajaran hapalan jaman SD dulu. Menghapalkan namanya cukup mudah karena kedudukannya tidak berganti lama sekali. Macam menghapalkan nama Presiden Soeharto gitu, deh. Namanya hanya sepanjang itu, jabatannya presiden RI. Lee Kwan Yew adalah PM Singapura.
            Di blog ini saya menuliskan beberapa catatan terkait dengan Lee Kwan Yew. Kekaguman saya kepada orang ini tidak dapat disembunyikan. Saya memburu beritanya di media online. Saya juga memantau prosesi pemakamannya di TV. Untuk orang terkenal yang satunya lagi, entah mengapa saya tidak tahu apa-apa.  Saya hanya bisa berdoa semoga warisan dan pengaruh baik yang mereka tinggalkan bisa berguna bagi orang lain. {ST}

Pawai Budaya Kreatif 2014 #224





Senin, 30 Maret 2015

Apakah Saya Menulis Setiap Hari?





            Saya suka menulis. Saat ini saya menjadi kontributor di sebuah media anak dan juga di blog pribadi saya. Tulisan saya terbit hampir setiap hari. Tulisan itu beraneka ragam topiknya. Ada yang karena ditugaskan, ada juga yang keluar dari pemikiran saya, ada juga yang terinspirasi dari sesuatu.
            Beberapa orang pernah menanyakan, bagaimana caranya saya bisa menulis setiap hari. Awalnya saya hanya cengengesan dan menjawab tidak jelas. Saya juga tidak tahu bagaimana caranya. Wong sebenarnya saya enggak menulis setiap hari, kok. Terutama bila yang dimaksud adalah tulisan yang layak baca.
            Tulisan saya, yang terbit hampir setiap hari itu, sebenarnya tidak saya tulis di waktu terbitnya. Ada kalanya, saya bisa menulis cukup banyak artikel dalam sehari. Artikel-artikel tersebut saya jadwalkan untuk dapat terbit sesuai dengan rencana saya. Teknologi jaman sekarang memungkinkan untuk itu.
            Untuk menulis dengan tangan, itu saya lakukan hampir setiap hari, terutama kalau bertemu dengan inspirasi. Tulisan tangan ini ada yang saya kembangkan menjadi artikel, ada yang menjadi cerita, ada juga yang menjadi penghuni laci. Penghuni laci itu artinya kertas-kertas catatan yang saya simpan karena saya anggap penting. Apakah saya menulis setiap hari? {ST}

Festival Lampion #30





Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #58





Nasib SDN di Ibukota Negara


            Dalam sebuah seminar, saya duduk bersebelahan dengan 2 orang guru SDN yang mengajar di Jakarta Timur. Mereka dari sekolah yang sama. Kedua orang guru ini duduk di sebelah kanan dan kiri saya. Sebenarnya, mereka memiliki hak untuk duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar, namun ternyata jumlah peserta seminar ini melebihi kapasitas ruangan. Karena itu kedua guru SDN ini kemudian mengambil tempat duduk di dekat saya, perwakilan media.
            Awalnya kami hanya berbasa-basi. Lama-lama obrolan makin lancar, dan terjadilah curhat para guru SDN ini. Menurut mereka, untuk memperbaiki sesuatu di sekolah, toilet misalnya, mereka harus menunggu dana BOS dulu. Dana BOS, atau dana apa aja yang berhubungan dengan pemerintah, hampir tidak pernah cair dalam waktu yang cepat. Barang-barang yang rusak, tidak dapat langsung diperbaiki bila belum ada dananya.
            Kerusakan yang dibiarkan itu akan membuat masalah baru. Toilet rusak atau tumpukan meja kursi kayu akan membuatnya menjadi sarang nyamuk dan tikus. Nyamuk dan tikus ini kerap kali mengganggu kesehatan anak-anak didiknya. Tumpukan barang bekas itu juga membuat sekolah tampak kotor dan angker. Beredar gosip-gosip misteri di beberapa sekolah terkait dengan toilet rusak. Ngomong-ngomong, toilet sekolah yang berhantu ada di cerita Harry Potter juga lo. Nama hantunya Myrtle.
            Selain terkesan angker, ibu-ibu di sebelah saya itu juga mengeluhkan kurang kompaknya guru-guru di sekolah untuk kampanye bersama. Misalnya untuk kampanye cuci tangan, gunting kuku, bawa bekal dan tidak jajan sembarangan. Hanya guru-guru tertentu yang peduli tentang hal-hal ini. Jadilah guru-guru itu dianggap guru-guru galak. Kadang-kadang dibilang killer.
            Hal lain yang sering membuat guru-guru tidak berdaya adalah adanya pedagang di sekitar sekolah yang lebih “berkuasa”. Biasanya mereka didukung oleh tokoh masyarakat setempat. Tokoh masyarakat ini bisa juga diartikan dengan preman setempat. Guru-guru tidak berdaya untuk “mengusir” mereka dan tidak mendekati para siswa. Apalagi kalau mereka berjualan di luar pagar sekolah.
            Ada beberapa sekolah yang berani meminta bantuan kepada pemerintah setempat. Kepala pemerintahan, entah walikota, camat  atau lurahnya, ada yang menurunkan satpol PP untuk membubarkan orang-orang yang berjualan di sekitar sekolah itu. Para pedagang bubar kocar-kacir untuk sementara. Tak laam kemudian, mereka kembali lagi dan “mencengkeram” anak-anak.
            Ketika mendengar curhat para ibu guru itu, saya jadi makin tertarik. Ketertarikan saya itu membuat mereka bertambah semangat untuk curhat. Curhat itu disambung pula oleh curhat ibu-ibu guru yang duduk di belakang saya. Kondisi sekolah tempat mereka mengajar hampir sama dengan sekolah tempat ibu-ibu di sebelah saya.
            Mendengar curhat mereka, membuat saya sedih dan prihatin. Sekolah tempat mereka mengajar itu adalah sekolah negeri yang terletak di ibukota negara. Itu saja kondisinya sangat memprihatinkan. Bagaimana kabar SDN di pulau tempat saya dilahirkan, ya? Kalimantan adalah pulau yang masih asing bagi banyak orang. Belum banyak sekolah dasar negeri di pulau ini. Makin sedih rasanya membayangkan kondisi di sana.
Ah, sedih doang mah enggak ada gunanya. Saya harus melakukan sesuatu supaya membuat sesuatu lebih baik. Entah bagaimana caranya. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini