Sampai
awal bulan Februari 2015, Presiden RI tak kunjung melantik Kapolri. Calon
Kapolri yang diusulkan oleh presiden dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK.
Pernyataan sebagai tersangka ini “dibalas” oleh “Polri” dengan menangkap para
petinggi KPK.
Kisruh
ini masih berlanjut dan berkepanjangan. Berbagai pihak ikut terlibat dan malah
memperkeruh keadaan. Rakyat biasa macam saya ini mengamati kerja mereka melalui
media. Banyak orang yang mengeluarkan pendapat di media sosial tentang hal ini.
Banyak pula yang mempertanyakan keberadaan presiden kita yang seakan menghilang
dan tidak bersikap tegas.
Kapolri
alias kepalanya Polri adalah orang utama dan pertama untuk penegakan hukum di
Indonesia. Dengan dugaan sebagai tersangka korupsi seharusnya membuat para
pengambil keputusan sadar untuk tidak memilih pak polisi berkumis ini. Walaupun
menghormati asas praduga tidak bersalah, ada baiknya kepala penegak hukum yang
benar-benar tanpa isu korupsi di sekitarnya. Tak ada asap tanpa api. Enggak
mungkin dia diduga sebagai tersangka tanpa dasar yang jelas. Lebih baik cari
polisi lain yang bisa mengemban tugas sebagai pimpinan tertinggi POLRI. Itu,
sih, pendapat saya, ya.
Pemilihan
Kapolri baru ini bertambah kisruh dengan keputusan hakim bernama Sarpin. Bapak
hakim bertubuh kurus ini memutuskan kalau status tersangka yang diberikan
kepada Pak BG tidak sah. Keputusannya ini memicu reaksi banyak orang. Banyak
orang yang marah dan kecewa karena keputusan ini. Reaksi saya? Saya memilih tidak
bereaksi. Lebih baik saya mencurahkan waktu dan tenaga saya untuk hal lain. Makin
banyak waktu yang saya gunakan untuk memperhatikan berita Kapolri, rasanya
hidup saya makin konyol dan tidak berguna. Lebih baik saya membuat artikel
kecil buat anak-anak kecil. {ST}